TEMPO.CO , Jakarta: Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan akhirnya memilih mendengarkan saran rekan-rekannya untuk menunjuk pengacara dalam kasus gardu listrik yang menjeratnya. Yusril Ihza Mahendra adalah orang yang akhirnya ditunjuk sebagai pengacaranya.
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan Dahlan Iskan sebagai tersangka dugaan korupsi pembangunan gardu induk Jawa-Bali dan Nusa Tenggara PT PLN (Persero) tahun anggaran 2011-2013, semasa dia menjabat sebagai direktur utama perusahaan setrum tersebut.
Semula, mantan Direktur PT PLN (Persero) ini enggan menyewa pengacara dan ingin menghadapi persidangan seorang diri. "Saya berkeras tidak perlu pengacara. Tidak usah dibela-bela," kata Dahlan seperti dikutip situs Gardu Dahlan, Jumat 12 Juni 2015.
Ia yakin kalau kebenaran akan muncul dengan sendirinya. Bahkan mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara ini sudah mempunyai rencana bagaimana menghadapi jalannya persidangan. Dahlan mengatakan bakal bersikap rendah hati (low profile), bahkan berencana tidak akan melakukan eksepsi atau pledoi.
"Silakan saja jaksa menunjukkan barang bukti. Kalau hakim menilai saya salah dan harus masuk penjara akan saya jalani dengan ikhlas," ucapnya. Namun rupanya ada alasan lain dari rekan-rekannya yang membuat Dahlan akhirnya memutuskan untuk memilih pengacara. Ia tak mau disebut sebagai orang sombong.
Menurut dia, sikap rendah hati bisa menjadi kesombongan kalau niatnya sengaja merendah-rendahkan. Ia juga berpandangan tak mau mendengarkan saran orang sama saja bentuk kesombongan yang lain, bahkan lebih parah. "Saya tidak berniat seperti itu," kata Dahlan.
Status tersangka Dahlan ditetapkan oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pekan lalu. Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Adi Toegarisman, mengatakan Dahlan menyetujui pembayaran proyek kepada perusahaan pembuat gardu. Padahal langkah Dahlan itu dianggap melanggar peraturan.
Dugaan korupsi ini telah menyeret 16 pegawai PLN dan rekanan sebagai tersangka. Para pegawai PLN ini berperan sebagai panitia pemeriksa barang proyek. Mereka dianggap lalai karena meneken berita acara serah-terima hasil pekerjaan yang tak sesuai dengan kenyataan.
ADITYA BUDIMAN