TEMPO.CO, Yogyakarta - Sanggahan perbuatan korupsi oleh terdakwa Subuh Isnandi, mantan Manager Area Perusahaan Listrik Negara (PLN) Yogyakarta, tidak diterima hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Majelis hakim dalam putusan sela, Senin, 15 Juni 2015, akan melanjutkan persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.
"Menyatakan dakwaan jaksa sah menurut hukum. Semua keberatan terdakwa tidak diterima," kata ketua majelis hakim Ichwan Hendarto, Senin, 15 Juni 2015.
Hakim juga memerintahkan jaksa penuntut umum untuk memanggil saksi yang jumlahnya 52 dalam persidangan. Itu untuk pemeriksaan dan pembuktian materi kasus korupsi dalam revitalisasi gedung yang menggunakan uang sebesar Rp 22 miliar pada 2012.
Pertimbangan penolakan hakim atas eksepsi terdakwa antara lain soal adanya keterlibatan pegawai PLN lain terkait dengan mekanisme dan kewenangan pengeluaran uang untuk membiayai proyek senilai total Rp 22 miliar. Keberatan itu tidak sesuai dengan Pasal 156 ayat 1 KUHAP karena sudah masuk pokok perkara dan harus diperiksa di persidangan.
Sedangkan soal dua versi kerugian keuangan negara yang tertuang dalam surat dakwaan jaksa hasil perhitungan jasa manajemen konstruksi (JMK) pada perusahaan PLN dan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Sleman yang selisihnya signifikan, hasil perhitungan JMK menyatakan ada kerugian negara sebesar Rp1,87 miliar dan hasil perhitungan DPU Sleman hanya Rp 477,3 juta akan dibuktikan di pengadilan.
Kemudian dalam eksepsi juga dipermasalahkan kewenangan JMK dan DPU Sleman yang menghitung kerugian negara. Hakim justru mengacu pada surat keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 31 Tahun 2012. Isinya, penyidik dapat berkoordinasi dengan instansi lain selain Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Penyidik pun bisa menghitung sendiri di luar temuan BPK atau BPKP.
"Kami siap menghadirkan saksi-saksi pada sidang lanjutan," ujar jaksa Suharno.
Kamal Firdaus, pengacara terdakwa, menyatakan sudah bisa menduga eksepsinya ditolak. Apalagi sangat jarang sanggahan terdakwa dikabulkan di pengadilan.
Dia berharap, pada persidangan yang akan datang, hakim obyektif, independen, dan transparan menangani kasus ini. Sebab, ada banyak kejanggalan dalam penanganan perkara ini.
"Kami siap menghadapi persidangan. Juga menyiapkan saksi yang meringankan dari pakar hukum Universitas Gadjah Mada dan Universitas Islam Indonesia," ucapnya.
MUH SYAIFULLAH