TEMPO.CO, Jakarta - Sebelum ada Kelompok Penerbang Rocket (KPR), trio John Paul Hatton alias Coki (bas/vokal), Rey Marshall (gitar/vokal), dan Viki Vikranta (drum/vokal) bukanlah rocker. Musik mereka jauh dari distorsi, apalagi ingar-bingar. Mereka tidak main musik bersama. Bahkan, lebih dari itu, mereka tidak saling mengenal. Rey, Coki, dan Viki punya band sendiri-sendiri, memainkan apa pun yang ada di antara jazz dan pop.
Pada 2011, muncul keinginan Rey membuat sebuah band rock. Konsep sudah terbayang, tapi ia tak tahu mesti mengajak siapa. Rizma Arizky—yang di kemudian hari menjadi manajer KPR—mengontak Viki dan memperkenalkannya kepada Rey. Mereka main berdua dan merasa klop. “Tapi terasa ada yang kurang kalau hanya berdua,” kata Rey. “Kami berdua tak mungkin jadi penyanyi utama.”
Rizma mengontak Coki, lalu memperkenalkannya kepada Rey dan Viki. Mereka main bertiga dan langsung berjodoh. Kebetulan ketiganya memendam keinginan yang sama selama ini. Ingin punya band rock. Ingin bikin musik yang pas buat headbanging dan crowdsurfing. “Pertama kali main bersama, kami bertiga langsung klik,” kata Rey. Seterusnya, dibentuklah sebuah grup pengusung rock Indonesia bernama Kelompok Penerbang Roket.
Pada 2015, KPR merilis album perdana mereka bertajuk Teriakan Bocah. Berisi tujuh lagu dengan durasi total 23 menit, album rock KPR ini adalah rock yang membuat pendengar ingin menabuh langit dengan kepalan dan mengentak-entakkan kepala selama lagu berjalan. Adapun sikap slebor dan slengean para personelnya yang tecermin dalam rekaman menjadi suatu aksen yang menarik.
Senjata andalan KPR ada pada baris-baris bas dan gitar yang langsung nempel di kepala begitu mendengar pertama kali. Di Mana Merdeka, contohnya. Dan pamungkasnya ada pada reff yang riuh dan seketika bisa dinyanyikan bersama. Pada setiap lagu, agar reff semakin riuh, KPR sengaja membuat tiga lapis vokal. Ini bisa jadi sebuah siasat memancing penonton agar berseru bersama saat mereka main di panggung.
Ada agenda di balik seluruh lagu KPR, yang berbahasa Indonesia. Rey cs sedari awal memang ingin membuat rock rasa Indonesia. Karena itu, dari penentuan nama band hingga penulisan lirik, semua menggunakan bahasa Indonesia. “Kami tidak ingin dibilang rock psikadelik, rock seventies, atau apalah. Kami inginnya dibilang rock Indonesia,” ujar Rey.
Soal warna, KPR merujuk pada musik-musik rock era 1970-an. Suara gitar Rey berkiblat pada suara-suara yang dihasilkan Led Zeppelin atau Jimi Hendrix. Itu sebabnya mereka memberi banyak efek gaung dan gema pada vokal. “Biar terasa efek 70-an,” kata Rey.
Suara drum Vikilah yang membuat musik KPR terasa rock kekinian. Rey justru kaget melihat Viki yang biasa bermain jazz langsung nyambung ketika diajak nge-rock.
Sebenarnya seluruh materi yang ada pada Teriakan Bocah selesai dibikin pada akhir 2012. Ada jeda waktu yang lumayan panjang dari pengumpulan materi hingga perilisan cakram digital. Di sela-sela itu ada banyak kesibukan yang membuat rekaman KPR tersendat, terutama dalam mixing dan mastering.
Lagi pula, KPR tak mau diburu-buru. Yang utama, kata Rey, suara album pertama mereka sesuai dengan keinginan dan bayangan setiap personel. “Baru pada 2015 akhirnya bisa rilis,” ujar Rey.
-----------------------------------------
Album: Teriakan Bocah
Musikus: Kelompok Penerbang Roket
Label: Berita Angkasa
Daftar Lagu:
1. Anjing Jalanan
2. Di Mana Merdeka
3. Cekipe
4. Tanda Tanya
5. Target Operasi
6. Beringin Tua
7. Mati Muda
ANANDA BADUDU