TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan, Yusril Ihza Mahendra, menganggap kasus pengadaan 16 mobil listrik oleh tiga BUMN tak bisa disebut sebagai kasus korupsi.
Menurut Yusril, unsur-unsur tindak pidana korupsi tidak terpenuhi dalam kasus itu. "Menurut saya, ini lebih ke arah perdata antara BUMN dan perusahaan mobilnya," katanya ketika ditemui di depan gedung Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Rabu, 17 Juni 2015.
Yusril menjelaskan, peran Kementerian BUMN dalam proyek pengadaan mobil listrik juga sangat sedikit. Sebab, Kementerian hanya sebagai inisiator proyek mobil listrik, mengacu pada beberapa kali rapat kabinet pada 2013.
Sebagai inisiator, Kementerian menawarkan solusi kepada pemerintah agar proyek itu dibiayai menggunakan dana sponsorship, bukan CSR dari perusahaan-perusahaan BUMN.
Kementerian kemudian mengadakan rapat dengan berbagai perusahaan BUMN. Hasilnya, BRI, PGN, dan Pertamina setuju mendanai proyek itu. "Setelah itu, kontrak kerja samanya antara Dasep (Dasep Ahmadi dari PT Saimas Ahmadi Pratama) dan tiga BUMN itu. Jadi tak ada kerja sama dengan Pak Dahlan," ujar Yusril.
Ketika tiga BUMN dan Dasep membuat kontrak, ucap Yusril, hubungan kerja samanya murni business to business. Sebab, dana sepenuhnya dari tiga BUMN itu. Sedangkan Kementerian tak ikut campur sama sekali.
Yusril menegaskan, dana BUMN adalah dana bisnis perusahaan, bukan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dengan begitu, negara tak dirugikan sama sekali. "BUMN itu bukan didanai negara, tapi dibentuk negara untuk bisnis. Misalnya bank BUMN. Masak, tiap kali transaksi bisnis harus lapor ke Kementerian," tuturnya.
Meski menganggap kasus ini sebagai perkara perdata, Yusril mengatakan Dahlan kooperatif menjalani proses hukum. Menurut Yusril, tepat atau tidaknya kasus mobil listrik disebut korupsi, akan terkuak seiring berjalannya waktu.
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Penyidik Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Agung Sarjono Turin beberapa waktu lalu menegaskan bahwa kasus mobil listrik sudah memenuhi unsur pidana. Dia berujar, Kejaksaan sudah memiliki bukti-bukti kuat. "Bukti formil sudah ada, tinggal bukti materiil saja," ucapnya.
Dalam kasus mobil listrik berjenis bus dan mikrobus itu, Kejaksaan telah menetapkan dua tersangka. Keduanya adalah Dasep Ahmadi dari PT Saimas Ahmadi Pratama serta Agus Suherman selaku pejabat Bina Lingkungan Kementerian BUMN.
Dasep ditetapkan sebagai tersangka karena dinilai tidak memenuhi proyek pengadaan mobil listrik. Sedangkan Agus menyalahi wewenang saat meminta BRI, PGN, dan Pertamina menggelontorkan dana Rp 32 miliar untuk proyek mobil listrik itu.
Adapun Dahlan ikut terseret karena proyek berlangsung saat dia menjadi Menteri BUMN. Kejaksaan menuding Dahlan memerintahkan Agus Suherman untuk menunjuk dan meminta dana ke tiga BUMN itu.
ISTMAN M.P.