TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon berkukuh Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi harus direvisi. Alasannya, telah terbukti penyalahgunaan yang dilakukan dua pemimpin KPK, yakni Antasari Azhar dan Abraham Samad.
"Lembaga ini powerfull tapi tak ada kontrol, sehingga mereka bisa bersikap seenaknya," kata Fadli, Rabu, 17 Juni 2015.
Antasari pernah menggunakan kewenangan KPK menyadap telepon untuk kepentingan pribadi ke nomor Nasrudin dan Rani. Antasari menyusupkan nomor keduanya ke dalam daftar telepon yang kerap meneror sang istri, Ida Laksmiwati. Penyadapan ini terkuak saat polisi menyidik kasus pembunuhan Nasrudin yang menjerat Antasari sebagai tersangka.
Adapun Samad dituding sengaja menaikkan status tersangka Komisaris Jenderal Budi Gunawan untuk menjegal pencalonan Budi sebagai Kepala Polri. "Jangan sampai nanti pimpinan KPK dalam menjalankan tugasnya jadi abuse of power," ucap Fadli.
Fadli menyatakan UU KPK lahir dalam situasi euforia dan semangat reformasi yang tinggi sehingga menciptakan lembaga yang powerfull. Namun, dalam perkembangannya, kewenangan tersebut justru dimanfaatkan sejumlah oknum untuk kepentingan pribadi dan justru membahayakan KPK secara lembaga.
Salah satu kewenangan itu, menurut Fadli, adalah penyadapan. Fadli menuturkan KPK tak memiliki aturan dan prosedur yang jelas mengenai ini. "Itu privasi seseorang. KPK bisa melanggar hak asasi manusia," ujarnya.
Ia membantah bahwa dorongan parlemen dan pemerintah merevisi UU KPK adalah upaya pelemahan terhadap lembaga antirasuah dan gerakan antikorupsi. Revisi tersebut justru diklaim sebagai langkah mengembalikan KPK menjadi lembaga yang tak bermasalah sehingga bisa bekerja lebih baik. Selama ini, kewenangan tanpa batas KPK justru dituding jadi pemicu polemik dengan lembaga lain.
"Mari kita benahi aturan yang bertabrakan itu," ujar Fadli.
FRANSISCO ROSARIANS