TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat berencana menghapus aturan mengenai penyelidik dan penyidik "independen" di Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai tak ada aturan yang menjadi dasar bagi KPK mengangkat penyelidik dan penyidik di luar kepolisian dan kejaksaan.
"Penyidik independen itu seperti apa? Tak ada aturannya," kata politikus Partai Gerakan Indonesia Raya ini, Rabu, 17 Juni 2015.
KPK pernah mengangkat penyelidik dan penyidik independen pada 2012. Dasar pengangkatan tersebut adalah Pasal 43 ayat 1 dan Pasal 45 ayat 1 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Ketika itu, hubungan KPK dengan polisi sedang memanas gara-gara kasus korupsi alat uji surat izin mengemudi di Korps Lalu Lintas Polri dengan tersangka Kepala Korps Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Polri lantas menarik lebih dari 20 personelnya di KPK. Sebagian dari mereka memilih bertahan dan diangkat jadi penyidik di KPK.
Belakangan, ketentuan ini dipersoalkan oleh tersangka korupsi di KPK, Hadi Poernomo. Mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan ini mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Haswandi, yang jadi hakim tunggal dalam sidang praperadilan ini, mengabulkan permohonan Hadi Poernomo pada Mei lalu. Haswandi juga menyatakan penyelidik dan penyidik KPK tak sah karena bukan polisi dan jaksa.
Kemelut ini berlanjut dengan wacana merevisi UU KPK. Selain mengenai kewenangan penyadapan, yang bakal direvisi oleh Dewan adalah ketentuan pengangkatan penyidik KPK. Rencana revisi ini masuk program legislasi nasional.
Menurut Fadli, aturan pengangkatan penyelidik dan penyidik independen itu bertentangan dengan Pasal 4 dan 5 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. "Yang namanya penyelidik dan penyidik itu kejaksaan dan kepolisian," ujarnya.
FRANSISCO ROSARIANS