TEMPO.CO , Jakarta: Untuk mengungkap kasus pembunuhan Angeline, polisi melakukan tes dengan alat detektor kebohongan (lie detector) terhadap Agustinus Tae Andamai, tersangka pembunuh Angeline, dan Margriet Megawe, ibu angkat Angeline.
Tapi, dapatkah detektor kebohongan itu mengungkap kebenaran dari pengakuan mereka? Dapatkan alat itu membantu mengungkap siapa pembunuh Angeline?
Biro Investigasi Federal (FBI) menggunakan mesin poligraf atau detektor kebohongan untuk menyaring para pelamar dan memburu pelaku kriminal. Tapi, para ahli mengatakan alat pendeteksi kebohongan itu justru membuat puluhan ribu orang yang dites mengatakan hal-hal yang sebenarnya tak mereka lakukan.
Peneliti dan para pengacara menyatakan teknologi ini rentan menciptakan hasil yang salah. Yang lebih buruk, poligraf membuat pelamar justru gagal, padahal mereka seharusnya memenuhi syarat untuk bergabung dalam perang melawan terorisme. Pada FBI, misalnya, menurut direktur keamanan biro, sekitar 25 persen dari pelamar gagal ujian poligraf setiap tahun.
Alat yang sama juga akan digunakan kepada Agustinus Tai dan Margriet. Alat itu diharapkan bisa memberi petunjuk guna mengungkap kasus ini.
Selain menggunakan poligraf, mantan agen FBI, Joe Navarro, mengatakan beberapa gerakan tubuh kerap juga bisa digunakan untuk mendeteksi seseorang yang sedang berbohong. Gerakan ini biasanya kerap luput dari pantauan lawan bicara karena tak mencolok.
Navarro mengatakan, tanda-tanda umum yang diketahui banyak orang justru hanya mitos, seperti gerakan memegang hidung dan gerakan mata. Menurut dia, orang yang sedang tertekan memang sering memegang hidung, tapi gerakan itu muncul bukan karena dia sedang berbohong.
Anggota pendiri Unit Analisis Perilaku FBI itu mengatakan setidaknya ada enam tanda umum yang terlihat saat seseorang sedang berbohong. Salah satunya adalah mengatupkan bibir. "Bibir yang dikatupkan adalah respons instan saat sebuah hal negatif terjadi," kata Navarro, seperti dilansir Forbes.
Tanda kedua adalah berusaha menghirup udara sebanyak-banyaknya. Gerakan ini menunjukkan kondisi psikologi yang tidak nyaman. Memegang leher, terutama di bagian depan, juga dilakukan oleh orang yang sedang berbohong. Khusus laki-laki, gerakan ini disamarkan dengan memegang dasi.
Navarro mengatakan orang yang berbohong juga sering memalingkan tubuh. Gerakan yang disebut dengan ventral denial itu terlihat saat topiknya sulit atau kontroversial. Ventral denial menciptakan jarak yang renggang.
Menurut Navarro, perubahannya hampir tak terlihat. Subjek yang ditanya akan memutar atau menggeser arah tempat duduk agar tubuh mereka berpaling. Beberapa orang bahkan menyilangkan kaki yang berfungsi sebagai penghalang, meski masih bertatapan dengan lawan bicara.
Tanda kelima, kata Navarro, yaitu orang seringkali menyentuh mata saat ditanya hal yang mengganggu. "Tanda ini akurat," ujar dia. Anak yang terlahir buta juga akan menutup matanya saat mendengar hal yang tak mereka sukai.
Navarro mengatakan tanda terakhir yang sering diabaikan tapi sangat akurat adalah menyembunyikan ibu jari tangan. Gerakan ini dilakukan dengan menjalin jari-jari kedua tangan dan menyembunyikan ibu jari di dalamnya. Gerakan ini menunjukkan ketidaknyamanan atau kurangnya komitmen.
FORBES | WASHINGTON POST | LINDA HAIRANI