TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Mahkamah Konstitusi menolak gugatan soal menaikkan batas usia minimal bagi perempuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Yayasan Kesehatan Perempuan dalam perkara 30/PUU-XII/2014 dan Yayasan Pemantauan Hak Anak dalam perkara 74/PUU-XII/2014 meminta batas usia ditingkatkan dari 16 jadi 18 tahun.
"Menolak seluruh gugatan pemohon seluruhnya," kata Ketua MK Arief Hidayat, Kamis, 18 Juni 2015.
YKP mengajukan gugatan karena batas usia minimal perempuan menikah dalam UU Perkawinan rentan terhadap kesehatan reproduksi dan tingkat kemiskinan. YKP menilai organ reproduksi perempuan usia tersebut belum siap. Atas fakta ini, angka kematian ibu melahirkan sangat tinggi.
Di Indonesia, berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, pernikahan dini banyak terjadi di Sulawesi Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Papua dan Jawa Barat.
Dari jumlah tersebut, BKKBN mencatat, pernikahan dini banyak terjadi karena alasan adat dan kehamilan di luar nikah. Meski demikian, toh, lebih dari 50 persen pernikahan dini yang dilakukan berakhir dengan perceraian.
Sedangkan YPHA menilai pernikahan perempuan dengan umur 16 tahun adalah perkawinan anak. Pasalnya, YPHA mencatat, sejumlah undang-undang justru mencantumkan batas usia anak adalah 18 tahun.
Selain itu, pernikahan dini dituding telah mengambil hak anak untuk meraih pendidikan dan berkembang.
Dalam gugatannya, YKP dan YPHA meminta MK mengubah batas minimal usia menikah bagi perempuan menjadi 18 tahun. Bahkan BKKBN menilai usia ideal perempuan menikah adalah 21 tahun.
FRANSISCO ROSARIANS