TEMPO.CO, Padang - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengeluarkan rapor merah untuk pelaksana tugas pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. "Kalau kami melihat, plt ini layak mendapat rapor merah," ujar Peneliti ICW Donal Fariz di Kota Padang, Sumatera Barat, Rabu 17 Juni 2015.
Menurutnya, kepemimpinan Pelaksana tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrachman Ruki dinilai, melemahkan lembaga antirasuah ini. Misalnya adanya sejumlah kasus korupsi yang sedang ditangani KPK dilimpahkan ke kejaksaan. Seperti kasus Hambalang jilid II. "Seharusnya tetap ditangani KPK saja," ujarnya.
Donal mengatakan, kekelahan beberapa kali preperadilan mesti dievaluasi. Meskipun beberapa keputusan hakim dinilai bermasalah. Namun, ini tak bisa dilepaskan dari pimpinan KPK.
KPK juga dinilai lemah dalam membangun solidaritas lembaga. Sehingga internal mereka pecah. Seperti ada karangan bunga dari pegawai untuk pimpinan KPK. Selain itu, kata Donal, saat ini akses di lembaga itu juga sulit. Masyarakat sipil susah untuk menginjakkan kaki di gedung KPK.
Lalu, saat ada undangan dari pegiat antikorupsi di Lembang, Bandung, yang akan menghadirkan dua ribuan peserta, KPK juga tidak datang. Padahal mereka sudah datang langsung dari Lembang untuk meminta kehadiran salah seorang pimpinan KPK.
Begitu juga dengan kegiatan sekolah anti korupsi yang ada di Mataram. Namun, mereka menolak untuk hadir. "Kini akses ke dalam maupun ke luar sulit," ujarnya.
Makanya, kata Donal, sejak awal ICW menolak kehadiran pelaksana tugas KPK. Sebab, dugaan ICW, masuknya pelaksana tugas akan melemahkan KPK. Apalagi adanya pernyataan Ruki yang mengatakan KPK butuh kewenangan mengangkat penyidik sendiri. Kewenangan itu bisa ada jika Undang-Undang KPK direvisi. "Ini mendesak untuk segera direvisi tahun ini," ucap Ruki melalui pesan singkatnya kemarin.
ANDRI EL FARUQI