Pasar Seret, Begini Cara Pengrajin Kaligrafi Bertahan

Pekerja menyelesaikan pesanan kaligrafi dari bahan jarum pentul dan benang di salah satu rumah industri di Surabaya, Jawa Timur, 16 Juni 2015. ANTARA/Herman Dewantoro
Pekerja menyelesaikan pesanan kaligrafi dari bahan jarum pentul dan benang di salah satu rumah industri di Surabaya, Jawa Timur, 16 Juni 2015. ANTARA/Herman Dewantoro

TEMPO.CO , Karawang - Pengrajin seni kaligrafi Islam di Karawang, Jawa Barat, Suhata Ahdiyat, 43 tahun, mengaku kesulitan mengembangkan usahanya karena sulit memasarkan hasil karyanya. "Sebenarnya peminat banyak," kata Suhata, Rabu 17 Juni 2015.

Suhata berujar, sebetulnya membuat karya kaligrafi tidak sulit. Asalkan, pengrajin menguasi tekniknya, serta mencintai seni kaligrafi tersebut. Ia mengatakan, paling banyak diburu oleh pecinta seni kaligrafi ialah yang karya tangan asli. "Kalau hasil sablon, kurang puas, enggak ada seninya," kata dia.

Sejak dua tahun ini, Suhata mengaku mengembangkan sejumlah karya kaligrafi. Antara lain, berbahan aluminuim foil, ukir, dan tulis tangan. Ia mengatakan, untuk saat ini membuat kaligrafi berdasarkan pesanan. "Ada order kami kerjakan," katanya. "Setiap hari ada saja."

Ia mengaku jarang membuat kaligrafi tanpa pesanan. Soalnya, kata dia, pemasarannya cukup sulit. Selama ini, dia hanya mengandalkan sosialisasi dari mulut ke mulut serta jejaring sosial media. "Rencana ingin buka galeri," kata dia. "Agar jangkauan bisa luas."

Ia yakin, mayoritas warga di Indonesia yang muslim menyukai seni kaligrafi. Karena itu, ia tak takut berusaha di bidang tersebut gulung tikar. Meskipun mulai marak kaligrafi sablon, ia tetap yakin bisa bersaing. "Karena kami menjual seni," kata dia.

ADI WARSONO