TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung M. Prasetyo menyatakan penyidiknya sudah menjadwalkan pemeriksaan lanjutan terhadap mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan. Dahlan akan diperiksa dalam kasus dugaan korupsi proyek 16 mobil listrik di tiga BUMN.
"Pemeriksaannya Rabu depan," kata Prasetyo di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat, 19 Juni 2015. Menurut dia, hingga saat ini, status Dahlan masih sebagai saksi.
Dahlan, ujar Prasetyo, selaku Menteri BUMN kala itu mempunyai kekuasaan dan inisiatif mengadakan proyek mobil listrik untuk membantu transportasi dalam acara APEC, Oktober 2013. "Pak DI indikasinya menyuruh untuk pengadaan mobil listrik dengan melibatkan tiga BUMN, ya," ucap bekas politikus Partai NasDem itu. Tiga BUMN itu adalah Bank Rakyat Indonesia, PT Perusahaan Gas Negara, dan Pertamina.
Dahlan pada Rabu kemarin sudah diperiksa penyidik Kejaksaan. Namun, tutur Prasetyo, Dahlan banyak mengaku tidak tahu dan lupa. "Kita coba periksa lagi, masak nanti lupa," katanya. Seusai pemeriksaan selama sembilan jam, Dahlan menyatakan akan mengembalikan duit Rp 32 miliar itu jika dianggap tak sesuai dengan ketentuan. Namun Prasetyo menegaskan bahwa kasus mobil listrik ini ranahnya pidana.
"Pengembalian itu nanti jadi pertimbangan saja. Ya, syukur kalau misalnya betul dia komit dengan apa yang disampaikan itu," ucap Prasetyo.
Hingga kini, sudah dua tersangka yang ditetapkan dalam kasus yang nilai proyeknya Rp 32 miliar itu. Keduanya adalah bekas pejabat Program Kemitraan dan Bina Lingkungan BUMN, Agus Suherman, serta Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama Dasep Ahmadi. PT Sarimas merupakan pelaksana pembuatan mobil listrik. Kejaksaan menduga Agus menyalahgunakan wewenang dengan mengucurkan dana untuk proyek itu. Sedangkan Dasep dianggap tidak memenuhi kewajiban menyelesaikan pengadaan mobil listrik.
Dasep mengaku mendapat tawaran membuat mobil listrik karena sebagai salah satu putra petir. Putra petir merupakan sebutan untuk para pembuat mobil listrik. "Waktu itu saya dikenalkan Pak Agus kepada tiga perwakilan perusahaan itu di BUMN," ujar Dasep. Pertemuan itu digelar pada Januari 2013.
Dia mengklaim telah menyelesaikan seluruh proyek pembuatan mobil tersebut. Namun yang bisa dikirim sebelum pelaksanaan APEC atau September 2013 hanya enam unit, yang merupakan pesanan Pertamina. "Hanya kami kirim enam karena digunakan untuk pameran saja. Untuk kebutuhan transportasi di sana sudah banyak," tutur Dasep. Dia sering mengontak BRI dan PGN untuk menyerahkan mobil. Namun dua BUMN besar itu kerap membatalkan sewaktu-waktu. Alasannya, kata Dasep, mereka khawatir ada pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Hingga dua bulan lalu, dia masih mengontak BRI dan PGN untuk menyerahkan sepuluh mobil itu. "Mereka awalnya sepakat penyerahan mobil, tapi dibatalkan karena ada pemeriksaan oleh Kejaksaan ini."
Dia mengaku pembayaran Rp 32 miliar juga belum lunas. BRI masih punya utang Rp 1 miliar. Adapun utang PGN dan Pertamina masing-masing Rp 500 juta.
LINDA TRIANITA