TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah DKI Jakarta berencana membuat unit pengelolaan teknis untuk mengelola Taman Ismail Marzuki. Rencana itu pun langsung ditolak oleh seniman Jakarta, salah satunya Masyarakat Seni Jakarta.
Menurut satu petugas TIM, aksi penolakan itu dilakukan Rabu, 17 Juni 2015, di Galeri Cipta II. "Yang berbicara seniman Aidil Usman," katanya, Kamis, 18 Juni 2015. Petugas itu pun memberi Tempo nomor telepon Aidil. Namun, saat dihubungi, nomor tersebut tidak aktif.
Dalam rilis yang diterima Tempo, Aidil Usman mengkritik Dewan Kesenian Jakarta, Akademi Jakarta, dan Institut Kesenian Jakarta, yang dinilai tidak menjadi lembaga pengayom serta pelaksanaan visi kebudayaan yang dicetuskan oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin.
Aidil mencontohkan, Dewan Kesenian Jakarta miskin program budaya. Setelah mendapat anggaran miliaran rupiah, ucapnya, uang itu lebih banyak untuk menggaji serta memberikan fasilitas anggota DKJ. "Kalau ada program kebudayaan, diserahkan kepada event organizer tanpa proses lelang terbuka," katanya.
Untuk Akademi Jakarta, kata Aidil, anggotanya sudah tidak relevan karena banyak yang sakit sehingga tidak aktif dalam sidang dan rapat. "Kalau IKJ, semakin ekslusif dan terasing dari dinamika seni TIM," katanya.
Masyarakat Seni Jakarta, ucap Aidil, juga menyayangkan keluarnya Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 109 Tahun 2014 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pengelola Pusat Kesenian Jakarta. Menurut dia, dengan adanya peraturan itu, TIM menjadi obyek kerja dari birokrasi yang tidak memiliki kaitan sejarah, moral, serta artistik di pusat kesenian seluas 9 hektare itu.
Aidil mengatakan pergub itu menjadi ceruk pihak swasta atau pihak eksternal yang ingin mengambil tanah kebudayaan untuk keuntungan semata. "Ini mendangkalkan kesenian," ucapnya.
Selain itu, kata Aidil, pihak swasta ingin membangun mal serta apartemen di area TIM. "Pedagang di kompleks TIM yang sudah berjualan puluhan tahun digusur karena lahannya akan didirikan mal," ujarnya.
HUSSEIN ABRI YUSUF