TEMPO.CO, Yogyakarta - Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM, Zainal Arifin Mochtar, memuji keputusan Presiden Joko Widodo yang menolak usulan revisi Undang-Undang KPK. Tapi, Zainal berharap Presiden Jokowi konsisten dengan sikapnya sekalipun DPR nanti ngotot mengusulkan draft revisi.
"Kalau DPR masih tetap mau merevisinya, konsistensi sikap Presiden diuji," kata Zainal pada Sabtu, 20 Juni 2015.
Penolakan Jokowi terhadap usulan revisi KPK seharusnya mendorong DPR membatalkan rencana ini. Menurut Zainal, sikap bawahan presiden seharusnya juga tak lagi getol mendukung revisi UU KPK. "Aneh kalau masih ada suara yang ingin mengubah (di kabinet)," kata Zainal.
Zainal mencatat wacana mengenai revisi UU KPK telah muncul sejak 2007 lalu. Beberapa kali, wacana ini terus muncul meskipun tak pernah terealisasi. Zainal menilai kemunculan usulan ini biasa terjadi seusai KPK mengambil langkah-langkah penting dalam pemberantasan korupsi.
Selain itu, revisi UU KPK terlalu berisiko untuk dilakukan saat ini. Revisi itu, menurut Zainal, bisa membuka pintu bagi pelemahan KPK. "KPK harus punya kekuatan luar biasa untuk menangani korupsi," kata Zainal.
Zainal tidak sepakat dengan anggapan KPK memiliki kewenangan terlampau besar. Tanpa kewenangan besar, Zainal menganggap peran KPK dalam pemberantasan korupsi tidak akan signifikan.
Revisi UU KPK dimasukkan ke Program Legalisasi Nasional 2015-2019 berdasarkan kesepakatan dalam rapat antara Menteri Yasonna Laoly dan Badan Legislasi DPR pada Selasa lalu.
Presiden Joko Widodo sudah menolak usuk revisi UU KPK itu. Staf Komunikasi Presiden Joko Widodo Teten Masduki mengatakan Jokowi menolak revisi Undang-Undang Pemberantasan Korupsi karena dinilai dapat melemahkan komisi antirasuah tersebut. Padahal Jokowi ingin memperkuat Komisi.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM