TEMPO.CO, Jakarta - Dwi Yanti, 31 tahun, langsung pingsan ketika dihadapkan dengan 16 dus alat pijat kaki elektronik yang di dalamnya berisi 16 kilogram sabu di halaman Kepolisian Resor Jakarta Utara, Jumat, 19 Juni 2015. Barang bukti itu merupakan penyebab dia ditangkap di Pluit.
Menggunakan baju tahanan dan masker muka, Dwi mulai sadar ketika diusapkan minyak angin. "Saya nyesel banget," katanya.
Dwi pun mengingat awal perkenalannya dengan seorang warga negara Nigeria, ST, lima bulan lalu di Jalan Jaksa, Jakarta Pusat. Perkenalan itu pun berlanjut. Mereka menjadi teman dekat.
Kedekatan itu membuat Dwi dipercaya ST. Dwi pun diberi imbalan uang Rp 16 juta untuk mengambil barang. Duit itu dia gunakan untuk membayar kontrakan rumah selama satu tahun. "Saya tidak tahu itu narkoba," ucapnya sambil terisak.
Rabu, 17 Juni lalu, Dwi diringkus oleh petugas Satuan Reserse Narkoba Polres Jakarta Utara di tempat ekspedisi di Pluit. Dwi ditangkap setelah menghubungi ekspedisi ihwal pengambilan barang yang berasal dari Guangzhou, Cina.
Menurut Kepala Kepolisian Jakarta Utara Komisaris Besar Susetio Cahyadi, barang yang diambil Dwi disamarkan dalam bentuk mesin pijat kaki. "Di dalamnya ada 16 kilogram sabu senilai Rp 24 miliar," tuturnya.
Susetio menjelaskan, sabu itu dipesan dari Cina oleh warga Nigeria berinisial ST. ST memesan sabu itu kepada WG, yang berasal dari Cina.
Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Jakarta Utara Ajun Komisaris Besar Apollo Sinambella, mengatakan sabu itu akan dibawa Dwi ke Tanah Baru, Depok, Jawa Barat. "Sabu itu akan diedarkan di Jakarta dan sekitarnya," ucapnya.
Atas perbuatannya, menurut Apollo, Dwi dijerat dengan Pasal 114 ayat 2 subsider Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 131 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. "Dia dijerat hukuman penjara paling lama 20 tahun atau pidana mati," ujar Apollo.
HUSSEIN ABRI YUSUF