TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai sejumlah revisi pasal-pasal dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana juga menjadi cara pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ICW mencatat tak hanya RUU KPK yang harus digagalkan dalam program Legislasi nasional untuk melindungi pemberantasan korupsi.
"Ini memang masif melalui jalur pengaturan regulasi," kata peneliti dari ICW, Aradila Caesar, Ahad, 21 Juni 2015.
Caesar memaparkan sejumlah pasal yang berpotensi memangkas kewenangan KPK. Yakni Pasal 3 ayat 2 RUU KUHAP yang menyebutkan ketentuan dalam UU berlaku juga terhadap tindak pidana yang diatur dalam UU di luar KUHP, kecuali undang-undang tersebut menentukan lain. Ketentuan ini bisa meniadakan hukum acara khusus dalam penanganan kasus korupsi yang saat ini digunakan KPK.
Pasal 44, penuntut umum dapat mengajukan suatu perkara kepada Hakim Pemeriksa Pendahuluan (HPP) untuk diputus layak atau tidak layak guna dilakukan penuntutan ke pengadilan. Pasal ini bisa jadi pintu penghentian penyidikan KPK.
Pasal 58 soal persetujuan penahanan pada tahap penyidikan yang melebihi 5 x 24 jam. Pasal ini hanya menyebutkan kewenangan pada kejaksaan negeri, kejaksaan tinggi, dan Kejaksaan Agung. KPK tak memiliki kewenangan menahan tersangka.
Soal penangguhan penahanan yang diajukan oleh tersangka atau terdakwa oleh HPP pada Pasal 64. Demikian juga Pasal 75 soal penyitaan yang harus melalui HPP yang juga bisa memerintahkan pengembalian barang milik tersangka.
Pasal 83 soal penyadapan pembicaraan harus mendapat izin HPP yang akan memperlemah pemberantasan korupsi. Langkah ini justru rentan kebocoran dan kegagalan dalam operasi tangkap tangan. Dalam Pasal 84, HPP bisa menghentikan penyadapan jika penyidik melakukannya dengan dasar keadaan mendesak.
Pasal 240, menurut ICW, juga melemahkan KPK yang mengatur terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung, kecuali putusan bebas. Pasal ini akan membatasi langkah hukum lanjutan bagi KPK jika hakim membebaskan terdakwa.
Pasal 250 juga dinilai melemahkan kewenangan KPK. Dalam aturan tersebut, Mahkamah Agung dilarang menjatuhkan pidana yang lebih berat dari pengadilan tinggi. Aturan ini seolah jadi pintu untuk mengurangi vonis para terpidana korupsi yang telah mendapat hukuman berat di tingkat pertama dan banding.
FRANSISCO ROSARIANS