TEMPO.CO, Jakarta - Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta mengimbau kepada para pedagang daging sapi agar tidak menjual daging impor di pasar tradisional di daerah itu. Alasannya, agar tidak merusak harga sapi lokal.
"Kami tidak merekomendasikan ada penjualan daging impor di Yogyakarta," kata Kepala Bidang Peternakan Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta Sutarno di Yogyakarta, Selasa, 23 Juni 2015.
Menurut Sutarno, beberapa peternak sapi di Yogyakarta sempat mengeluhkan keberadaan daging sapi impor di pasaran, yang mempengaruhi kondisi harga jual daging dari peternak lokal. Dia mengatakan daging sapi impor sebaiknya disalurkan di daerah lain yang masih kekurangan sapi, seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Di DIY sendiri, persediaan daging sapi sudah tercukupi dari peternak sapi lokal. "Bahkan kami masih mampu memasok daging untuk daerah lain jika ada permintaan," ujarnya.
Kendati demikian, menurut dia, harga jual daging di semua pasar tradisional di DIY saat ini masih stabil tinggi, mencapai Rp 110 ribu per kilogram, dengan berat hidup rata-rata mencapai Rp 35 ribu per kilogram.
Menurut Sutarno, hingga saat ini rata-rata setiap rumah pemotongan hewan (RPH) yang ada di Kabupaten Bantul, Sleman, dan Kota Yogyakarta memotong sebanyak 1.500-2.000 ekor sapi per bulan. Sedangkan kebutuhan konsumsi daging sapi masyarakat masih di bawah angka tersebut.
Kebutuhan daging sapi masyarakat Yogyakarta, khususnya untuk rumah tangga, rata-rata mencapai 8 ton per bulan. Jumlah itu diperkirakan tidak mengalami lonjakan pada Ramadan dan Idul Fitri. "Kebutuhan terbesar justru untuk pembuatan bakso. Sementara untuk rumah tangga tidak banyak," tuturnya.
Selain itu, kata dia, untuk populasi sapi di DIY pada 2015 ditargetkan mencapai 322.750 ekor sapi. Jumlah itu meningkat dari 2014 yang mencapai 302.011 ekor.
ANTARA