TEMPO.CO, Surabaya - Rencana pencairan dana talangan dari APBN 2015 sebesar Rp 781 miliar atau versi verifikasi BPKP Rp 827 miliar ternyata tidak berarti seluruh ganti rugi untuk warga korban Lumpur Lapindo akan terbayarkan. Masih ada sejumlah warga korban yang selama ini tidak terverifikasi karena belum atau terlambat menyerahkan berkas tanah atau bangunan mereka.
Juru bicara Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, Dwinanto Hesti Prasetyo, mengungkap itu ketika ditemui Tempo di kantornya di Surabaya, Rabu pagi, 24 Juni 2015. "Jumlah mereka cukup banyak, sampai saat ini sudah ada puluhan," katanya sesaat sebelum beranjak untuk memenuhi agenda pertemuan di kantor Bupati Sidoarjo.
Dwinanto memastikan kalau mereka termasuk di antara warga korban dan berhak atas ganti rugi bersama dengan sekitar 3.000-an kepala keluarga yang telah menyerahkan berkas dan telah terverifikasi. "Mereka ini terlambat jadi belum diverifikasi," katanya.
Dalam kesempatan itu Dwinanto juga mengungkap kemungkinan masalah yang juga harus diantisipasi dalam pencairan dana talangan nanti. Masalah itu adalah beberapa warga yang tidak memiliki rekening atau rekeningnya tidak aktif lagi, atau pemilik berkas sudah meninggal. Sejauh ini Dwinanto hanya menyarankan agar mereka segera mengecek dan mengaktifkan kembali rekening yang pernah dimiliki.
Rekening dianggapnya sebagai sarana yang sangat penting untuk warga menerima haknya atas pembayaran. Rekening pribadi juga menutup peluang calo untuk beroperasi. "Karena untuk alasan apa lagi mereka dibutuhkan?" kata Dwinanto.
Adapun tentang pesan pendek yang sempat dikhawatirkan sebagian warga sebagai modus calo dipastikannya pula tidak terkait dengan rencana pelunasan ganti rugi. "Itu SMS penipuan biasa yang saya juga pernah menerimanya," kata dia.
Saat ini peraturan presiden untuk pembayaran ganti rugi menggunakan dana talangan dari APBN tinggal menunggu kesepakatan antara pemerintah dan PT Minarak Lapindo Jaya. Segera setelahnya proses pembayaran bisa dilakukan karena telah memiliki dasar hukum. Pemerintah sebelumnya menyebutkan tenggat untuk memulai proses itu pada 26 Juni 2015.
EDWIN FAJERIAL