TEMPO.CO , Jakarta: Budaya ketidakpercayaan yang dibangun Gubernur Jakarta Basuki Purnama berdampak negatif pada penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015.
"Paling banter yang terserap cuma 50 persen karena pengguna anggaran di SKPD DKI takut bakal terjadi kasus hukum yang mendera di kemudian hari," kata Direktur Centre For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, Selasa, 23 Juni 2015.
Menurut Uchok, mereka juga takut dengan ancaman dicopot atau diberi sanksi oleh Ahok, panggilan akrab Gubernur Basuki. Aak buah jangan sering dimarahi, ujar Uchok, seharusnya dibarengi dengan pembangunan sistem baru untuk mengawasi.
Dalam hitungan kasar, Ucok memperkirakan seluruh pengerjaan proyek infrastruktur atau program DKI sulit diselesaikan dalam waktu setengah tahun. "Kalau fisik atau infrastruktur, lelangnya saja bisa tiga bulan, apa proyek selesai tiga bulan? Gak mungkin," ujar mantan Direktur Advokasi Fitra.
Dengan kondisi itu, ia memperkirakan serapan anggaran belanja DKI maksimal 50 persen, itu pun dengan catatan seluruh serapan untuk gaji pegawai dan pembayaran sisa termin proyek sebelumnya selesai hingga tahun ini. "Kalau gaji atau tunjangan banyak yang belum terbayar, atau pengerjaan belum terbayarkan sulit," ungkapnya.
Uchok menjelaskan ada beberapa faktor yang bisa membantu pemerintah DKI menaikan serapan anggaran di atas 50 persen. Pertama, Gubernur Ahok harus berani membangun kepercayaan dalam internal DKI, sehingga pejabat berwenang memiliki keberanian merealisasikan anggaran.
"Karena faktor itu, banyak kepala dinas mengeluh, vendor pun gak mau ikut, karena tidak ada kepastian, mereka menang pun takut dipersoalkan digugat dan tidak dibayar," ungkapnya.
Kedua, perkuat kerja sama dengan DPRD sehingga wakil rakyat itu mau memberikan motivasi seluruh kepala dinas agar tidak takut membelanjakan anggaran yang ada. "Mereka (DPRD) jangan hanya main pokir tapi pengawasan, bangun sistem dan mekanisme, jangan Ahok ke barat namun pegawainya ke timur," ujarnya.
Ketiga, perkuat sistem yang telah berjalan baik, sehingga mempermudah pelaksanaan proyek di lapangan. "Sekarang banyak pengadaan DKI yang langsung masuk ke produsen atau pabrik, kenapa tidak pakai agen saja," ujarnya.
Keempat, Gubernur Ahok harus meninggalkan tradisi yang otoriter dan mau menerima masukan dari bawahannya yang mengetahui kondisi lapangan, bahkan jika perlu lakukan revisi target serapan agar mempermudah pemerintah merealisasikan anggaran. "Yang saya dengar Ahok itu kalau rapat sangat otoriter, itu tidak baik, serapannya anggaran untuk program menjadi rendah," papar dia.
Seperti diketahui, melalui lobi alot yang ditengahi Kementerian Dalam Negeri, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015 akhirnya disepakati sebesar Rp 69,28 triliun melalui Peraturan Gubernur (Pergub), rinciannya nilai total belanja sebesar Rp 63,65 triliun, serta pengeluaran pembiayaan Rp 5,63 triliun.
JAYADI SUPRIADIN