TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Enny Nurbaningsih menyatakan pemerintah tidak siap bila tetap ditunjuk sebagai pemrakarsa revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Alasannya, revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 yang masuk prioritas Program Legislasi Nasional 2015 tersebut sejak awal merupakan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat.
"Pemerintah belum siap. Ya kalau memang belum ada yang siap ya tidak bisa dibahas juga undang-undang itu. Tertunda berarti pembahasannya," ujar Enny kepada Tempo di Jakarta, Kamis, 25 Juni 2015. Dia pun sempat terkejut saat Badan Legislatif DPR dalam paripurna melaporkan bahwa revisi UU KPK dimajukan 2015 dan pemrakarsanya pemerintah.
Dia mengakui revisi UU KPK merupakan satu dari 160 UU yang masuk dalam Prolegnas Jangka Menengah 2015-2019. Berdasarkan keputusan DPR Nomor 6 Tahun 2014/2015, poin 63 disebutkan revisi UU KPK inisiatif DPR. "Jadi pemerintah tidak menyiapkan apa-apa," ujar Enny.
Bila DPR langsung mengambil alih dan mengakui sebagai pemrakarsa, revisi bisa jalan. Namun, dia tidak tahu apakah DPR sudah menyiapkan draft revisi.
Enny mengatakan proses revisi tak berlangsung instan. Pertama, DPR harus menyusun naskah akademik. Kemudian, DPR menyusun naskah kajian, studi banding bila diperlukan, melihat fakta di lapangan, dan mengundang para ahli. Proses ini harus dibahas bersama-sama antara DPR dan pemerintah.
Sidang paripurna DPR yang digelar Selasa lalu memutuskan revisi UU KPK masuk dalam prioritas Prolegnas 2015. Ada tiga substansi yang diwacanakan untuk direvisi dari UU KPK. Di antaranya tentang penyadapan dan penuntutan. KPK hanya diperbolehkan menyadap pihak-pihak yang sudah berurusan hukum. Adapun soal penuntutan, KPK akan dibantu kejaksaan. KPK menganggap revisi tersebut justru akan memperlemah lembaga antirasuah karena mereduksi kewenangannya.
LINDA TRIANITA