TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi, Zulkarnaen, menantang Dewan Perwakilan Rakyat menunjukkan draf revisi Undang-Undang KPK. Hal ini untuk menilai kesiapan DPR dalam merevisi beleid tersebut.
"Ini kan juga dengan pemerintah, DPR kan tidak bisa sendiri, kita tanya sejauh mana kesiapan dia sekarang dengan drafnya. Coba publik, ya, dilihat sejauh mana kesiapannya," ujar Zul di Istana Negara, Jumat, 26 Juni 2015.
Zul mengatakan revisi tak perlu dilakukan sekarang. Sebab, sebagai pelaksana undang-undang, instansinya masih dapat menjalankannya secara efektif dan efisien. Menurut Zul, rencana revisi terkesan dipaksakan. "Buat UU harusnya efektif dan efisien, lebih baik dari yang ada, bukan untuk memperlemah yang ada," katanya.
Ia menegaskan Komisi tak menyiapkan draf untuk revisi. Sebabnya, sejak awal mereka menolak rencana ini karena UU lama masih memadai. "Kami berfokus bagaimana ke depan lebih efektif. Sekarang kita cukup banyak memberdayakan koordinasi, supervisi dengan lembaga pusat dan daerah. Hasilnya signifikan," tuturnya.
Dalam Sidang Paripurna DPR pada Selasa lalu, Badan Legislatif melaporkan revisi UU KPK menjadi prioritas Program Legislasi Nasional 2015. Baleg mengklaim UU yang memang masuk Prolegnas 2015-2019 itu dipercepat atas dorongan Menteri Hukum. Semua fraksi menyetujuinya. Padahal Presiden Joko Widodo menyatakan tak ada niat merevisi beleid tersebut.
Secara garis besar, ada lima isu krusial yang akan dimasukkan oleh DPR dalam naskah revisi UU KPK. Isu tersebut adalah pembatasan kewenangan penyadapan, pembentukan dewan pengawas KPK, penghapusan kewenangan penuntutan, pengetatan rumusan kolektif-kolegial, dan pengaturan terkait dengan pelaksana tugas pimpinan jika berhalangan hadir.
TIKA PRIMANDARI