TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi, Zulkarnaen, mengatakan seharusnya partai politik bisa menekan biaya politik alih-alih meminta tambahan dari pemerintah. Menurut Zul, biaya besar digunakan untuk menarik pemilih.
"Masyarakat akan memilih orang-orang yang cukup kredibel untuk dipilih, jadi tak usah takut, percaya diri saja. Untuk apa hambur-hamburkan uang demikian besar sehingga bisa bermasalah di kemudian hari," kata Zul di Istana Negara, Jumat, 26 Juni 2015.
Partai seharusnya menggenjot program yang baik serta pengurus yang berintegritas dan kredibel. "Masyarakat datang ke TPS, kan, enggak bayar. Ia akan memberikan pilihannya, kenapa tak siap bersaing?" ucapnya.
Zul menambahkan, rencana kenaikan dana parpol harus dikaji secara saksama terlebih dulu. Harusnya uang rakyat digunakan seefektif mungkin untuk mencapai hasil yang optimal. "Anggaran-anggaran negara harus dikelola dan siap diaudit."
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengusulkan penambahan dana parpol hingga 20 kali lipat. Menurut Tjahjo, selama ini banyak terjadi korupsi oleh partai politik karena dana parpol yang sedikit. Draf usulan telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Saat ini, dana bantuan partai politik didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang bantuan keuangan kepada parpol. Hitungannya, setiap tahun, partai-partai yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat akan mendapat bantuan Rp 108 juta dikali jumlah suara yang diperoleh pada pemilihan umum terakhir.
Untuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, misalnya, tahun ini memperoleh bantuan Rp 2,56 miliar. Bila usul Tjahjo diterima, partai pemenang Pemilu 2014 itu akan memperoleh bantuan Rp 25,68 miliar tahun depan.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengaku tak tahu soal usulan ini. Ia beralasan tak semua hal ia ketahui. "Presiden mungkin tahu, tapi saya tak tahu," ujarnya.
TIKA PRIMANDARI