TEMPO.CO, Jakarta - Puluhan orang tampak berbaris rapi di samping halaman Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 26 Juni 2015. Mereka mengantri untuk membubuhkan tanda tangan di sebuah meja yang sudah disiapkan oleh polisi. Mereka diminta menandatangani sebuah surat agar tidak mengulangi perbuatannya.
Usai menandatanganni pernyataan, mereka pun bergegas pergi. Mereka juga tampak membawa selembar surat pernyataan serupa, yakni tidak akan mengulangi perbuatannya. Sejumlah calon peserta sidang pun sempat mengira meja tersebut merupakan pendaftaran untuk ikut proses peradilan.
Kepala Sub Bagian Humas Polres Jakarta Selatan Komisaris Aswin menyatakan, mereka adalah calo-calo sidang Tilang di PN Jaksel. Calo itu biasa bergerilya di pintu masuk pengadilan maupun lapangan parkir kendaraan untuk mencari calon pelanggan. Mereka adalah pelanggar lalu lintas yang mesti melewati sidang untuk menebus SIM atau STNK karena ditangkap polisi.
"Ada 31 orang yang ditangkap dan mereka harus buat pernyataan agar tidak mengulangi perbuatannya," kata dia.
Aswin mengatakan, mereka tidak diberikan hukuman karena baru satu kali tertangkap. Namun mereka terancam bakal dihukum lebih berat jika kembali mengulangi perbuatannya. "Bisa didenda atau bahkan dikurung," ujar dia.
Seorang peserta sidang bernama Wahyu Septiadi, 29 tahun, justru mengaku terbantu dengan adanya calo sidang. Bahkan, dia memang sengaja mencari calo untuk mempermudah penebusan STNK motornya yang disita polisi karena melanggar jalur bus Transjakarta. Namun dia menyatakan yang membuatnya memanfaatkan calo ada masalah waktu.
Warga Simprug, Jakarta Selatan, itu menyebut untuk proses sidang memakan waktu tiga jam. Hal itu disebutnya tidak memungkinkan lantaran mesti tetap bekerja di sebuah bank swasta yang berkantor di Setiabudi, Jakarta Selatan. "Sidangnya tidak sampai lima menit, tapi menunggunya itu yang lama makanya mending pakai calo," ujar laki-laki bertubuh gempal itu.
Hal senada disampaikan oleh Iwan Kurniawan, 31 tahun. Dia mesti merelakan SIM-nya ditahan polisi karena nomor polisinya sudah kadaluarsa. Karena itu, dia mesti melalui sidang tilang karena tidak bisa berargumen saat polisi menyatakan dirinya bersalah.
Dia pun mengaku pernah mengikuti sidang tilang tanpa menggunakan calo. Hasilnya, dia harus menunggu selama hampir empat jam untuk dipanggil mengikuti sidang. Karena itu, dia lebih rela membayar calo hingga Rp 350 ribu ketimbang ikut sidang meski cuma membayar Rp 150 ribu. "Sudah begitu lagi puasa begini capek juga kalau menunggu berjam-jam," ujar dia.
Adapun pantauan Tempo di dalam PN Jaksel, ratusan orang tampak berjubel di lingkungan pengadilan. Mereka antri untuk menunggu panggilan sidang yang digelar di Ruang Prof. H. Oemar Senoadjie, ruang sidang utama. Banyaknya calon peserta sidang membuat mereka mesti mencari tempat duduk yang cukup jauh dari ruang sidang.
Para calo pun banyak berkeliaran di depan pintu masuk pengadilan. Mereka biasanya menunggu tepat di pinggir Jalan Ampera Raya, Cilandak, Jakarta Selatan. Kode tawaran yang dipakai pun nyaris seragam, yakni "Ayo sini, dibantu sidangnya."
Para perantara itu pun cukup agresif dalam menawarkan jasanya. Mereka tak malu untuk masuk hingga ke area PN Jaksel. Bahkan, ada juga yang nekat mengikuti calon peserta sidang hingga loket pendaftaran sidang resmi.
Juru bicara PN Jakarta Selatan Made Sutisna mengatakan, padatnya PN Jakarta Selatan tidak bisa dihindari. Sebab, tercatat ada sekitar 7 ribu orang yang mesti menebus SIM atau STNK karena melanggar lalu lintas. "Karena kan baru ada operasi kepolisian, jadi memang pasti banyak peserta sidangnya," kata dia.
Made mengakui institusinya tidak bisa berbuat banyak terhadap para calo tersebut. Sebab, mereka tidak memiliki wewenang untuk menangkap para calo tersebut. "Jadi memang kalau mau menghilangkan calo ya masyarakat jangan pakai jasa mereka," ujar dia.
Proses sidang sendiri memang memungkinkan untuk tidak dihadiri langsung oleh pelanggar. Syaratnya, yang mewakili mesti membawa surat kuasa dari si pelanggar. Tanpa surat itu, panitera pengadilan tidak akan mengizinkan perantara itu untuk bersidang.
Untuk hukuman, Made menyebut denda yang mesti dibayar melalui proses sidang jauh lebih kecil daripada menggunakan calo. Untuk roda dua, hukumannya berkisar antara Rp 75 ribu hingga Rp 150 ribu. Sedangkan roda empat berkisar Rp 100 ribu sampai Rp 250 ribu. "Tergantung kesalahannya seperti apa, yang jelas kalau pakai calo kan bisa sampai Rp 400 ribu," ujar dia.
Sedangkan untuk menekan calo, Made menyatakan PN hanya bisa memberi hukuman kepada pihak internal yang diketahui ikut bermain dengan calo. Pegawai pengadilan yang tertangkap pun terancam hukuman berupa teguran keras hingga penundaan kenaikan pangkat sebagai PNS. "Tidak sampai dipecat juga karena kategorinya pelanggaran ringan," kata dia.
DIMAS SIREGAR