TEMPO.CO , Raqqa:Di utara Suriah, kota Raqqa yang dulunya indah dan menyenangkan, kini berubah menjadi sarang kekejian kelompok militan ISIS.
Tiga saudara perempuan asal Bradford, Inggris, beserta sembilan anak mereka yang sebelumnya dikabarkan hilang, diduga sedang menuju kota ini.
Kesembilan anak mereka dengan usia 3 hingga 15 tahun, sebentar lagi akan bergabung dengan anak-anak kota Raqqa yang dididik dengan keras oleh ISIS.
Berdasarkan video rilisan ISIS, bocah-bocah cilik kota ini berpura-pura bermain eksekusi meniru kelakuan ISIS.Raqqa saat ini dipenuhi dengan pemandangan yang menyeramkan. Baru-baru ini di pusat kota, remaja berusia 17 tahun disalib dan digantung selama tiga hari karena dianggap murtad.
Pemandangan tersebut sudah menjadi sehari-hari setelah ISIS secara de facto menguasai kota ini. Kehidupan di Raqqa dulunya damai, perkebunan kapas menghiasi pelosok kota ini. Kebun-kebun kapas itu kini telah menjadi kuburan bagi tentara Suriah yang merupakan musuh ISIS.
Dulu, penduduk Muslim dan Kristen hidup berdampingan dan tidak ada pemisahan gender. Wisatawan bahkan bisa minum bir dari balkon Hotel Karnak dan menikmati pemandangan jalan yang berwarna diiringi musik barat yang bising. Namun saat ini tidak ada lagi musik, dansa, atau hiburan. Laki-laki dan perempuan dipisahkan. Homoseks diseret ke atas menara dan dijatuhkan untuk kemudian dibunuh seperti yang baru saja terjadi tahun ini.
Di kota ini pula tahanan dari negara-negara barat digunduli dan dipakaikan baju oranye untuk divideokan dan disiksa oleh Jihadi John.
Kematian menghantui jalan-jalan Raqqa, rokok dilarang dan siapa saja yang ketahuan dapat dibunuh seketika. Kafe shisha tempat orang biasa bersantai kini telah ditutup dengan paksa. Paspor harus diserahkan. Semua orang yang berada di kota ini, baik sehat atau sakit, harus menjalani solat lima waktu.
Alun-alun kota yang dulunya tempat piknik keluarga, kini menjadi saksi tempat para pelanggar aturan diseret dan disiksa dengan keji. Setiap selesai solat jumat, laki-laki, perempuan, dan anak-anak dipaksa hadir di alun-alun dimana tuduhan dibacakan bagi para pelanggar dan kengerian dimulai. Tangan para pencuri dipotong dan pezina dipenggal.
Alun-alun yang dulu dikenal sebagai Paradise Square atau alun-alun surga kini menjadi tempat pembuangan kepala, dengan sisa mayat dijadikan pakan anjing atau dibiarkan membusuk di jalanan. “Eksekusi makin bertambah setiap hari dan anak-anak menonton seperti mereka telah terbiasa,” ujar Abu Rahim, seorang penduduk Raqqa.
Polisi moral bersenjatakan Kalashnikov berpatroli memeriksa perempuan yang wajib mengenakan burqa, memiliki hubungan atau menikah dengan anggota mereka.
Ada pula kelompok perempuan fanatik ISIS bernama Brigade Al-Khansaa yang merupakan mata-mata dan sekejam ISIS. Mereka berpatroli keliling jalan untuk memastikan seluruh kehidupan sesuai dengan moral yang berlaku.
Sebagian anggota brigade berpura-pura menjadi ibu rumah tangga, membaur dengan warga sekitar, dan mendengarkan obrolan mereka. Brigade ini juga menjalankan sebuah rumah bordil, dimana perempuan Kristen dan Yazidi diculik, dan dijadikan budak seks bagi tentara ISIS yang pulang dari perang.
Raqqa yang dulu cantik kini tidak lagi menawarkan romantisme, para perempuan kini dijadikan hadiah bagi pejuang perang. Ketika ISIS mengambil alih Raqqa tahun lalu, mereka memaksa semua perempuan yang belum menikah untuk dibawa ke markas mereka dan berhubungan seks dengan para tentara.
Permintaan tersebut diresmikan dengan poster yang bertuliskan: ‘Kami memanggil penduduk negri ini untuk membawa putri mereka yang belum menikah agar mereka bisa menjalankan tugas jihad seks mereka kepada para pejuang di kota, dan siapapun yang tidak hadir akan merasakan hukuman syariah yang luar biasa bagi mereka.’
Berdasarkan manifesto tersebut, seorang gadis boleh dinikahkan pada umur 9 tahun. Parahnya, hubungan seks dengan anak perempuan yang belum puber diperbolehkan.
Kesenangan dan keceriaan yang dulu menghiasi Raqqa, berubah menjadi teror setelah ISIS masuk. Segala hal di kota ini memiliki batas kecuali satu, kekejian.
NIBRAS NADA NAILUFAR | DAILY MAIL