TEMPO.CO , Jakarta: Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Fadli Zon, mengaku sudah melobi Presiden Joko Widodo untuk memuluskan usulan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun upaya itu diakuinya masih bertepuk sebelah tangan. "Saya sudah berulangkali meyakinkan presiden. Tapi tidak ada jawaban yang jelas," ujarnya, Jumat, 26 Juni 2016.
Peluang revisi UU KPK mulai terbuka setelah rapat paripurna DPR menetapkan perubahan Program Legislasi Nasional 2016. Revisi itu diusulkan pemerintah lewat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly guna menggantikan revisi UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Belakangan diketahui usulan itu tidak disetujui Jokowi.
Fadli mengaku sudah menanyakan sikap Jokowi di sela-sela acara buka puasa yang digelar di kediaman Ketua MPR, DPR, dan DPD beberapa waktu lalu. Obrolan itu disampaikan guna mengklarifikasi kesimpangsiuran sikap antara presiden dan menteri Yasonna. "Mudah-mudahan kebingungan ini tidak menjadi tren. Bisa hancur bangsa ini" katanya.
Kepada Jokowi, Fadli mengatakan sikap pemerintah hendaknya tidak berpaku pada opini yang berkembang dalam masyarakat. "Lebih baik kita adakan debat dalam forum-forum formal kelembagaan di DPR," katanya. Dengan cara itu, kata dia, pemerintah maupun DPR bisa sama-sama menemukan solusi terbaik bagi kelembagaan KPK.
Fadli mengatakan, sikap Jokowi kala itu tak merespon usulannya dengan jelas. "Presiden hanya menganggukan kepala sambil mengatakan iya," ujarnya. Fadli mengaku heran dengan sikap itu. Sebab, Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan terang berani menyatakan sikap kepadanya. "Padahal, JK bersikeras mendukung langkah perbaikan KPK lewat revisi UU," katanya.
Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah menilai revisi UU KPK tak lagi bisa ditawar. Kasus penyalahgunaan wewenang penyadapan merupakan masalah yang perlu diperbaiki agar tidak menimbulkan korban. "Harus ada lembaga pengawasan supaya masalah ini tidak lagi terulang," ujarnya. "Peyidik KPK juga tidak boleh melakukan apa saja di luar sistem hukum,"
Fahri juga mengaku heran dengan inkonsistensi sikap sejumlah kalangan terhadap revisi UU KPK. "Indriarto Seno Aji dan Taufiqurahman Ruki awalnya menilai UU KPKi jahiliyah dan kebablasan. Tapi belakangan sikap mereka berbeda dengan apa yang pernah disampaikan kepada DPR," ujarnya. "Terlebih setelah isu ini disorot oleh Partai Anti Korupsi,"
Menurut Fadli, penolakan revisi UU KPK tak lebih dari siasat pencitraan. KPK maupun Presiden Jokowi hanya ingin mendapat pujian dari masyarakat tanpa mau memikirkan dampaknya terhadap kepentingan nasional. "Pemberantasan korupsi itu mudah. Suruh saya jadi presiden." ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.
RIKY FERDIANTO