TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Taufiequrachman Ruki, mengingatkan potensi penyalahgunaan anggaran di balik program dana aspirasi. Program yang dikemas dengan istilah Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan itu ia nilai masih memiliki sejumlah masalah. “Jika ini dilaksanakan, maka tata kelolanya harus baik. Jangan sampai ada proyek fiktif dan kick back,” ujar, Senin, 29 Juni 2015.
Program dana aspirasi digulirkan Dewan Perwakilan Rakyat guna mengakomodir tuntutan masyarakat di daerah pemilihan. DPR meminta pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 11,2 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2016 atau Rp 20 miliar untuk setiap daerah pemilihan. Jika usulan itu disetujui pemerintah, dana itu nantinya akan disalurkan lewat mekanisme Dana Alokasi Khusus dalam APBD.
Ruki menjelaskan, KPK tidak dalam kapasitas untuk setuju atau menolak program tersebut. Semua itu dikembalikan pada mekanisme pembahasan anggaran antara pemerintah dan DPR. Jika program itu disetujui, kata dia, maka penyaluran dana itu bisa dianggap legal. “Berapa pun besarnya, itu sah jika ada persetujuan bersama antara pemerintah dan DPR. Tapi kami tidak ingin masuk dalam domain itu,” ujarnya.
Meski demikian, kata dia, KPK perlu memberikan catatan agar program itu tidak membuka peluang korupsi. “Ini adalah bagian dari fungsi pencegahan kami,” kata dia. Menurut dia, anggaran itu masih memerlukan tata kelola yang sesuai dengan sistem pengelolaan keuangan negara yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. “Tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasannya juga harus bisa diaudit,” kata dia.
Menurut Ruki, anggaran Rp 20 miliar di satu derah pemilihan sedinaya tergolong kecil jika dibandingkan dengan cakupan kebutuhan masyarakat. Karena itu, ia mengingatkan agar anggaran itu tidak dijadikan lahan bancakan tim sukses anggota Dewan. Begitupun disain program yang membuka peluang penunjukkan langsung dan hanya menguntungkan kepentingan tertentu. “Inilah pencegahan yang saya maksud,” ujarnya.
Ketua Badan Anggaran Ahmadi Noor Supit mengatakan realisasi program itu akan ditentukan oleh sikap pemerintah dalam proses pembahasan anggaran. Jika pemerintah enggan mengakomodasi usulan tersebut dalam nota keuangan RAPBN 2016, program itu dipastikan batal terlaksana. “Kami hanya mengusulkan. Tidak masalah jika ternyata pemerintah menolak usulan tersebut,” kata dia.
Anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani menilai program ini memiliki cantolan hukum yang kuat. Hanya, kata dia, kritik yang dilontarkan selama ini cenderung menyorot mekanisme pengawasan anggaran tersebut. Menurut dia, gejolak yang muncul di balik program ini karena kesalahan DPR dalam mendisain komunikasi kepada publik. “Makanya persepsi masyarakat jadi berbeda-beda,” ujarnya.
RIKY FERDIANTO