TEMPO.CO , Jakarta:-Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Edy Suandi Hamid mengaku setuju dengan keputusan Presiden Joko Widodo untuk melakukan moratorium perubahan status Perguruan Tinggi Swasta menjadi Perguruan Tinggi Negeri. "Saya sangat setuju hal itu," katanya saat dihubungi Tempo 29 Juni 2015.
Ia menjelaskan beberapa alasannya. Pertama, alasan awal perguruan tinggi swasta akan dijadikan perguruan tinggi negeri adalah untuk pemerataan pendidikan di seluruh Indonesia. "Kenyataannya, yang statusnya berubah itu, perguruan tinggi swasta yang sudah mapan di kawasan Jawa lagi," katanya. Ia menilai hal itu tidak sesuai dengan maksud pemerataan seperti niat awal.
Edy mengakui ada beberapa perguruan tinggi swasta di Papua yang juga berubah menjadi negeri, namun jurusannya lebih banyak kesenian. "Kesenian memang bagus, tapi di daerah, masih lebih butuh jurusan lain," katanya.
Alasan kedua ia menyetujui moratorium adalah karena negara harus mengeluarkan dana yang cukup besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Akibatnya, banyak pemerintah daerah yang merasa kesulitan membiayai perguruan tinggi negeri di daerah itu. Dampak lainnya adalah, tenaga kerja perguruan tinggi, dosen dan karyawan perguruan tinggi swasta pun akan mengalami kesulitan untuk menjadi pegawai negeri sipil. "Kasus ini banyak terjadi. Mereka protes status mereka jadi tidak jelas," katanya.
Edy bahkan lebih setuju agar perubahan status Perguruan Tinggi Swasta menjadi Perguruan Tinggi Negeri ditiadakan. Menurutnya, masyarakat masih mampu membiayai perguruan tinggi swasta. "Kalau bisa, pemerintah kasih dana bantuan aja, tapi tetap jadi PTS," katanya.
Ia lebih menyarankan agar perguruan tinggi swasta yang berubah menjadi negeri diutamakan di kawasan perbatasan saja. "Jadi kawasan perbatasan lebih berkembang," katanya.
MITRA TARIGAN