TEMPO.CO , Bandung: Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Muradi khawatir dengan aktifnya kembali jabatan Wakil Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI). “Kalau tidak diatur secara tegas akan ada matahari kembar,” katanya saat dihubungi Tempo, Selasa, 30 Juni 2015.
Muradi mengungkapkan sejumlah alasan. Salah satunya, berbeda dengan jabatan Wakil Panglima TNI dulu sebelum dihapus di era Presiden Abdurrahman Wahid yang diemban oleh jenderal bintang tiga, saat ini diwacanakan dijabat oleh jenderal bintang empat.
“Ini amit-amit, kalau Wakil Panglima TNI dari luar Angkatan Darat, dia kemudian lebih banyak di dengar oleh Angkatannya, mau apa?” kata Muradi.
Alasan lainnya, konsep jabatan Wakil Panglima TNI yang digagas saat ini merupakan jabatan Kepala Staf Umum plus, dengan memegang komando kendati hanya saat Panglima berhalangan.
“Apakah kemudian Kepala Staf Angkatan bisa menolak permintaan Wakil Panglima? Buat saya kalau ini tidak di ‘clear’-kan sejak awal, bisa jadi bom waktu. Saya tidak begitu percaya ini bisa selesai dalam tataran duduk bareng,” kata Muradi.
Muradi mencontohkan kepolisian, posisi Wakil Kapolri sama-sama tidak diatur tegas dalam undang-undang tapi tidak berpotensi menjadikannya matahari kembar. “Di polisi sama tidak di atur, tapi Wakil Kapolri itu bintang tiga jadi tidak ada manuver aneh-aneh karena secara hirarkis ada di bawah Kapolri,” kata dia.
Dia menyarankan agar Presiden Joko Widodo tidak memaksakan jabatan Wakil Panglima TNI yang hanya di atur dalam Peraturan Presiden. Apalagi, sampai mengangkat berbarengan Panglima TNI dan Wakilnya sekaligus. “Ini akan menjadi bumerang kalau dipaksakan akhir Juli, apalagi kalau sama-sama dilantik dengan pengaturan sebatas Perpres, gak punya daya cengkeram paksa luar biasa,” kata Muradi.
Muradi menyarankan agar penguatan jabatan Wakil Panglima TNI justru di atur dengan merevisi Undang-Undang TNI. “Usulan saya, lantik dulu Panglima kemudian didorong untuk mempercepat revisi Undang-Undang TNI untuk menjelaskan peran dan fungsi Wakil Panglima supaya jelas, karena yang dibahas ini jabatan Jenderal Bintang Empat.”
Muradi menilai, pengaturan fungsi dan peran Wakil Panglima hanya dalam Peraturan Presiden lemah. “Pengadaan Wakil Panglima itu baru bisa setelah ada revisi Undang-Undang, itu aman, karena semau dibagi habis. Dengan Perpres ini interpretasi orang akan berbeda-beda,” katanya. .
Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto memastikan Presiden Joko Widodo sudah menyetuji pengaktifan kembali jabatan Wakil Panglima TNI. Peraturan Presiden Organisasi TNI yang menjadi payung hukum jabatan tersebut sedang digodok oleh sejumlah kementerian. “Pada pekan kedua bulan Juli akan masuk lagi di Setkab. Targetnya selesai akhir Juli,” kata Andi, Senin, 29 Juni 2015.
Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengeluhkan lambannya penerbitan peraturan presiden itu. Menurut dia, pemilihan Wakil Panglima TNI sebenarnya sudah bisa dilakukan tapi terganjal turunnya aturan itu. “Entah kenapa sampai saat ini belum diteken. Padahal sudah lama kami susun. Tapi itu urusan Presiden,” kata Moeldoko di kompleks Istana, Senin, 29 Juni 2015.
AHMAD FIKRI