TEMPO.CO, Denpasar - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengirim dua tenaga ahli Divisi Penerimaan Permohonan dan dua stafnya untuk menemui sembilan saksi kasus pembunuhan Engeline yang merasa menjadi korban pengancaman. Mereka mendalami laporan serta mengkaji keseriusan ancaman tersebut.
“Soal intimidasinya sudah disampaikan. Hari ini kami menggali kesaksian mereka yang potensial menimbulkan ancaman,” kata tenaga ahli Divisi Penerimaan Permohonan LPSK, Susilaningtias, Jumat, 3 Juli 2015, di kantor P2TP2A Kota Denpasar.
Dari kesimpulan sementara, kata dia, para saksi itu seluruhnya potensial mendapat ancaman, meskipun yang sudah mengalami baru lima orang. Ancaman yang terjadi berupa SMS dan telepon. Ancaman termasuk juga kepada keluarga saksi. “Nanti keputusan untuk memberikan perlindungan diambil di rapat pleno LPSK, juga mengenai bentuknya,” ujarnya.
Perlindungan dapat diberikan hingga persidangan kasus ini dalam bentuk pengawalan hingga penyediaan rumah aman. Saat ini, sambil menunggu keputusan LPSK, bila terjadi pengancaman sewaktu-waktu, pihaknya bisa mengambil tindakan darurat. Tindakan biasanya diambil bila telah terjadi ancaman secara fisik.
Untuk perlindungan, LPSK akan bekerja sama dengan kepolisian atau pemerintah daerah. Menurut dia, batas waktunya adalah 30 hari. “Tapi kami akan melihat urgensinya sehingga bisa jadi lebih cepat,” tuturnya. LPSK, kata dia, juga berharap kasus ini bisa segera dituntaskan.
Pendamping hukum P2TP2A, Siti Sapura, menyatakan perlindungan itu sangat dibutuhkan oleh para saksi agar mereka memiliki keteguhan dalam memberikan kesaksian. “Biar tidak, mereka merasa sendiri dan sama-sama kuat,” tuturnya.
Sebelumnya, kata dia, sudah ada seorang saksi yang meminta perubahan BAP dari kesaksian yang sudah diberikan di kepolisian daerah. Namun, setelah kehadiran LPSK, saksi itu batal mengubah pernyataannya.
ROFIQI HASAN