TEMPO.CO, Jakarta:Gelombang protes pekerja terhadap perubahan syarat pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) membuahkan hasil. Pemerintah goyah dan menyatakan akan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan JHT.
Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri berujar peserta BPJS Ketenagakerjaan yang berhenti bekerja diizinkan mengambil dana jaminan hari tua sebulan setelah berhenti bekerja. Aturan itu berbeda dengan PP Nomor 46 Tahun 2015 yang menyebutkan dana itu hanya bisa dicairkan setelah peserta BPJS mencapai masa kepesertaan 10 tahun.
”Presiden memerintahkan kami untuk memastikan bahwa pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja bisa mengambil JHT sebulan setelahnya,” ujar Hanif di Istana Negara, 3 Juli, setelah menghadap Presiden Joko Widodo.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Elvyn G. Masassya, yang turut dalam pertemuan, menimpali, bila setelah mengambil JHT peserta kembali bekerja, yang bersangkutan akan kembali ikut BPJS. "Tapi dia harus mendaftar lagi dan mulai dari nol."
Hasil revisi ini diklaim Hanif lebih baik ketimbang aturan sebelumnya yang mengharuskan pekerja minimal bergabung dengan BPJS selama lima tahun. “Selain itu, pekerja yang berhenti sebelum 1 Juli 2015 dan sudah jadi peserta lima tahun bisa langsung mencairkan JHT. Selebihnya harus menunggu revisi PP rampung,” ia menuturkan.
Protes terhadap perubahan syarat pencairan dana JHT memanas sejak berlakunya peraturan pemerintah tersebut mulai 1 Juli lalu. Regulasi itu mengatur perubahan syarat pencairan dana JHT dari masa kepesertaan minimal 5 tahun menjadi 10 tahun. Menurut pemerintah, aturan baru itu sejalan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Selanjutnya: Kebijakan itu diprotes