TEMPO.CO, Athena - Di tengah krisis ekonomi yang melanda Yunani, Ngadinem Sansuwito, warga negara Indonesia asal Cilacap, Jawa Tengah, mengaku lebih beruntung dari teman-temannya.
Dia bekerja sebagai penata laksana rumah tangga di Negeri Para Dewa-Dewi itu sejak 2004 atau sudah sebelas tahun. Sejak gajinya dipotong 25 persen pada 2012, dia membuat tempe, tahu, dan telur asin sebagai penambah penghasilan.
“Alhamdulillah laris manis,” kata Ngadinem yang dihubungi Tempo melalui media sosial Facebook, Jumat, 3 Juli 2015.
Dari penjualan tempe, dia bisa memperoleh tambahan 300-400 euro (sekitar Rp 4,5-6 juta). Tempe dia jual dengan harga per potong 1,2 euro (sekitar Rp 18 ribu), sedangkan tahu 8 euro (sekitar Rp 119 ribu) per kilogram yang berisi tiga potong.
Konsumennya adalah masyarakat Indonesia yang tinggal di Athena, atau bisa juga memesan lewat akun Facebook-nya, Tempe Sidodadi. Selain dibungkus plastik, tempe buatan Ngadinem juga ada yang dibungkus daun. Ngadinem menggunakan daun murberry sebagai pengganti daun pisang. Sering kali pesanan lewat Facebook begitu banyak hingga Ngadinem tidak mampu memenuhinya.
Majikan Ngadinem tinggal di Drafi, masih di wilayah Athena, sekitar 45 menit dari pusat kota dengan Metro. Menurut Ngadinem, situasi krisis mulai terasa sejak 2011 dan semakin memburuk pada 2012. Banyak di antara mereka yang gajinya diturunkan sebanyak 20 persen. Itu pun masih lebih baik ketimbang dipecat.
Dia pasrah gajinya dipotong lantaran majikannya juga bernasib sama. “Bos saya saja kena potong gaji hampir 60 persen dari pertama kali penurunan gaji pada 2011,” ujarnya. “Mereka sudah tiga kali bertahap menurunkan gaji.”
Menurut Ngadinem, sebelum krisis majikan Ngadimen memiliki gaji 5.500 euro, kini hanya berkisar 2.000 euro. “Menurut nyonya saya saja, bahkan tinggal 1.000 euro. Seperti halnya petugas pemadam kebakaran di sini, gaji mereka hanya 1.000-1.200 euro,” tutur Ngadinem. Adapun rata-rata penghasilan WNI yang menjadi penata rumah tangga sekitar 500-700 euro (sekitar Rp 7,4-10,4 juta).
Meski demikian, menurut Ngadinem, krisis tidak terlalu berdampak pada keseharian masyarakat Yunani. “Yang krisis negaranya, bukan rakyatnya,” ucap Ngadinem.
Bagi pengangguran yang memenuhi syarat juga dapat mengajukan bantuan dari organisasi tenaga kerja pemerintah OAED sebesar 350-450 euro (sekitar Rp 5,2-6,7 juta). “Banyak juga warga asing mengambil kesempatan ini. Hingga akhirnya OAED tidak mampu memberikan bantuan tersebut sejak 2014,” kata Ngadinem.
Dampak bagi WNI, selain ada yang dipecat, dipotong gaji, atau belum mendapat gaji, adalah susah mencari pekerjaan. Kesulitan tersebut makin terasa dan kian parah pada minggu-minggu ini.
Sejak Senin kemarin, bank-bank tutup, ATM dibatasi penarikannya 60 euro (sekitar Rp 889 ribu) per hari, dan jasa pengiriman uang juga tutup sehingga masyarakat Indonesia di Yunani untuk sementara tidak bisa mengirim uang. Transaksi sementara diblokir dari bank pusat. “Harus sangat berhemat. Sembako ada tapi uang tidak ada,” ujar Ngadinem.
Ngadinem melihat masyarakat Yunani yang biasanya konsumtif mulai sangat berhemat. Mereka berbelanja untuk keperluan satu bulan ke depan. Warga negara Indonesia di Yunani juga ikut berhemat serta prihatin. “Bulan ini hampir semua gaji ditunda dengan alasan tidak ada uang,” tuturnya.
Ngadinem mengaku sangat bersyukur karena majikannya sudah menyiapkan gaji sejak awal sebelum bank tutup pada Senin kemarin. Gaji yang biasanya ditransfer oleh majikan sudah diberikan tunai.
NATALIA SANTI