TEMPO.CO, Surabaya - Korban pencabulan di sebuah sekolah menengah pertama di Surabaya mengalami trauma hingga takut masuk sekolah. Mereka takut lantaran pelaku yang tak lain adalah guru ekstrakulikulernya, Setiawan Joko Martono, mengancam mereka.
S, salah satu ibu korban, mengatakan anaknya saat ini trauma dan ketakutan untuk ikut les atau ekstrakulikuler yang diselenggarakan oleh sekolahnya. Setelah ditanyai berkali-kali, anaknya itu enggan mengaku telah dicabuli yang dilakukan oleh tersangka. "Karena mendapat tekanan dan ancaman tidak naik kelas kala cerita sama orang lain," ujar S kepada Tempo di lokasi rekonstruksi pencabulan, Gedung Taman Kanak-kanak Kasih Ibu, Jalan Siwalankerto Wonocolo Surabaya, Minggu, 5 Juli 2015.
Polrestabes Surabaya berhasil menangkap Setiawan Joko Martono, 43 tahun, warga Siwalankerto Tengah, Kecamatan Wonocolo, Surabaya, yang berprofesi sebagai guru honorer di salah satu sekolah menegah pertama negeri di Surabaya. Guru ekstrakulikuler itu ditangkap atas tuduhan mencabuli enam anak didiknya di lokasi les.
Tragedi ini terungkap setelah S mengamati gerak-gerik yang aneh dari diri anaknya. JS, sang anak, kerap termenung dan selalu mengurung diri di dalam kamar. Suatu ketika, tutur dia, anaknya itu buka mulut bahwa ketakutannya itu lantaran sering dicabuli oleh guru ekstrakulikulernya.
Anak polos itu menceritakan bahwa Setiawan kerap menyuruhnya membuka bajunya hingga telanjang dan melakukan perbuatan tak senonoh itu. “Awalnya anak saya bilang tolong jangan cerita sama siapa-siapa, kemudian dia menceritakan semua pencabulan itu,” ujar S.
Selain itu, JS juga menceritakan bahwa pencabulan itu tidak hanya dilakukan pada dirinya, melainkan juga pada enam teman-temannya. Ia pun menyebutkan dengan rinci keenam temannya itu. “Tanpa pikir panjang, saya langsung menceritakan pencabulan itu kepada orang tua keenam teman anak saya itu,” kata dia.
Setelah enam orang tua itu mengetahui pencabulan pada anaknya, selanjutnya kami melaporkan kejadian itu kepada Kepolisian Sektor Wonocolo hingga akhirnya dilimpahkan kepada Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya untuk dilakukan penyelidikan. “Alhamdulillah langsung ditindaklanjuti oleh polisi,” katanya.
E, ibu korban lainnya, mengatakan anaknya yang berinisial AL tidak pernah memberitahukan pencabulan itu kepada kedua orang tua. E bahkan baru mengetahui kabar bahwa anaknya adalah korban pencabulan dari S. “Saya juga terkejut mendengar berita itu karena anak saya biasanya les ekstrakulikuler musik sekitar pukul 15.00-20.00,” kata dia sambil meneteskan air mata.
Anaknya itu, ujar dia, memang terlihat aneh sejak les musik itu. AL tidak banyak bicara dan cenderung menutup diri, bahkan dia sempat mengatakan untuk tidak masuk sekolah lagi, tanpa menjelaskan alasannya. “Untungnya, pada bulan-bulan ini anak-anak libur, jadi masih ada waktu untuk merayu dia untuk kembali sekolah,” kata dia.
E berharap tersangka dihukum seberat-beratnya supaya tidak mengulangi kebejatannya itu, karena seorang guru yang seharusnya mendidik malah mengajarkan pendidikan yang salah. “Saya dan semua orang tua korban berharap dia dihukum berat,” ujarnya.
MOHAMMAD SYARRAFAH