TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan RI memberikan opini wajar dengan pengecualian untuk laporan keuangan pemerintah DKI tahun 2014. “Predikat ini tak berbeda dengan laporan keuangan pada 2013,” kata anggota V BPK RI, Moermahadi Soeja Djanegara, saat Rapat Paripurna DPRD di Kebon Sirih, Senin, 6 Juli 2015.
Menurut Moermahadi, predikat itu diperoleh karena lembaganya menemukan beberapa ketidakberesan dalam penggunaan anggaran. Dia mengatakan sensus aset pemerintah DKI masih berantakan. Selain itu, ada beberapa kegiatan belanja program yang tak didukung laporan keuangan yang lengkap. Ada juga pemberian modal kepada PT Transportasi Jakarta yang dianggap sebagai temuan BPK.
Dia menambahkan, BPK menemukan satu proyek yang terindikasi kemahalan pada tahun lalu. Proyek itu ialah pembelian sebidang tanah di Jakarta Barat. “Pembelian tanah itu tak melewati proses pengadaan yang memadai sehingga ada potensi kemahalan harga,” ujarnya.
Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama tak puas dengan hasil tersebut. Menurut dia, pengelolaan anggaran sekelas pemerintah DKI seharusnya memperoleh predikat wajar tanpa pengecualian.
“Ini, kan, seperti orang memuji ‘bagus’ namun memberi imbuhan ‘tapi’ di belakangnya, sama saja jelek, dong,” tutur Ahok menanggapi predikat yang diberikan BPK pada laporan keuangan DKI itu.
Ahok mengaku sudah memikirkan cara untuk memperbaiki laporan keuangan itu. Salah satu yang ditempuhnya ialah merekrut pegawai BPK dan ditempatkan di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah.
Selain itu, Ahok meminta laporan keuangan dibuat dengan sistem akuntansi aktual, yakni pencatatan pengeluaran sesuai dengan pembayaran sesungguhnya. “Pegawai tak lagi bisa memanipulasi nota, kuitansi, bon lagi,” ucap Ahok.
RAYMUNDUS RIKANG