TEMPO.CO, Ternate - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tidore Kepulauan, Provinsi Maluku Utara, mewacanakan alokasi dana aspirasi dalam pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon anggaran sementara (KUA-PPAS) tahun anggaran 2016 hingga mencapai Rp 125 miliar.
Wacana dana aspirasi di DPRD Kota Tidore Kepulauan itu pertama kali digulirkan Fraksi Amanat Indonesia Raya yang terdiri dari gabungan partai Amanat Nasional dan Partai Gerinda. Melalui ketua fraksinya Taufik Samaka, fraksi ini meminta DPRD membahas dana aspirasi yang digunakan untuk percepatan program pembangunan di masing-masing daerah pemilihan. Dana itu nantinya diperuntukan untuk 25 anggota DPRD Kota Tidore sehingga per anggota mendapatkan Rp 5 miliar.
Menurut Taufik Samaka, Ketua Fraksi Amanat Indonesia Raya, pembahasan dana aspirasi di Kota Tidore penting dilakukan untuk menjaga wibawah lembaga di mata masyarakat. Dengan dana aspirasi DPRD tidak lagi salahkan masyarakat, lantaran banyak program pembangunan yang sudah diakomodir.
“Dana ini masih usulan, dan untuk jelasnya akan saya hubungi lagi karena saat ini saya masih ada tamu,” kata Taufik saat dihubungi Tempo, Senin 6 Juli 2015.
Anas Ali, Ketua DPRD Tidore Kepulauan saat dihubungi Tempo juga enggan menanggapi masalah dana aspirasi. “Saya ada di luar daerah, nanti hubungi lagi,” kata Anas.
King Faisal Soelaiman, staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate menilai, wacana usulan dana aspirasi di DPRD Tidore Kepulauan merupakan usulan yang bisa berpotensi terjadinya korupsi. Wacana itu juga menjadi cermin masih rendahnya pemahaman anggota DPRD terhadap posisi lembaga legislatif dalam ketatanegaraan.
Menurut King, di Kota Tidore, pengalokasian dana aspirasi dinilai tidak relevan dan urgen dilakukan. Usulan tersebut juga dianggap dapat memotong peran pemerintah sebagai pelaksana program.
“Karenanya itu sebaiknya Dewan di Tidore memposisikan diri sebagai lembaga yang memonitoring program pembangunan bukan sebaliknya. Jika dana aspirasi ini tetap muncul, publik akan mencatat hal itu sebagai dosa politik anggota DPRD,” kata King
BUDHY NURGIANTO