TEMPO.CO, Bandung - Pakar transportasi dari Institut Teknologi Bandung, Ofyar Z. Tamin, mengatakan jaringan jalan dan pengemudi menjadi unsur kecelakaan di jalan tol baru Cikopo -Palimanan (Cipali) sejak dioperasikan Juni 2015. “Kejadian kecelakaan di jalan yang lurus, kombinasi dengan kejenuhan pengemudi,” katanya, Selasa, 7 Juli 2015.
Menurut Ofyar, perencana dan pembangun jalan tol telah memperhitungkan faktor keselamatan pelintas jalan. Namun dalam pelaksanaannya, ada keinginan untuk memperpendek ruas dengan cara membuat jalur lurus. “Untuk meredam kebosanan idealnya ada yang dibelokkan jalannya sehingga orang tidak jenuh,” ujar dosen Teknik Sipil ITB tersebut.
Kini setelah jalan tol jadi dan tak mungkin diubah lagi, pembuat jalan tol disarankan untuk menambah rambu peringatan, terutama di daerah atau lokasi kecelakaan di tol Cipali. “Per 500 meter, jalan juga perlu diberi pengejut dan garis putus-putus pemisah lajur jalan,” katanya. Upaya itu bertujuan untuk mengurangi risiko kecelakaan di jalan tol tersebut.
Selain itu untuk mengurangi kelelahan tinggi pengemudi, Ofyar mengatakan perlu ada cukup rest area di jalan tol baru sepanjang 116 kilometer lebih itu. “Jalannya lurus dengan kejenuhan bagi pengemudi,” ujar dia. Pihak yang harus melengkapi fasilitas itu saat sekarang, kata Ofyar, yakni pembuat jalan tol.
Sejak dibuka 13 Juni 2015, puluhan kecelakaan telah terjadi di jalan tol tersebut. Kasus kecelakaan terbaru pada Senin, 6 Juli lalu. Sebelumnya diberitakan, di kilometer 178 jalan tol Cipali, sebuah mobil dari arah Jakarta ke Cirebon menabrak truk yang tengah parkir dengan kecepatan tinggi.
Untuk jumlah korban, Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Cirebon Ajun Komisaris Polisi Rezky Satya Dewanto mengatakan hingga kini jumlah korban masih belum valid. "Untuk sementara jumlah korban tewas sebanyak enam orang," katanya.
ANWAR SISWADI