TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Ahmad Riza Patria menyatakan kecewa dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengizinkan keluarga calon kepala daerah inkumben maju dalam pemilihan kepala daerah. Menurut dia, aturan itu hanya akan memberi peluang kepada para inkumben untuk bisa mempertahankan legitimasi mereka.
"Aturan ini hanya akan menguntungkan keluarga petahana (inkumben), dan bukan orang lain," katanya dalam diskusi bertema "Petahana Petaka Demokrasi" di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 11 Juli 2015.
Menurut politikus Partai Gerindra ini, dengan aturan itu, calon kepala daerah inkumben bisa saja menggunakan wewenangnya untuk memenangi pilkada kembali. "Caranya, dengan perintah yang terorganisasi lewat jabatan yang masih dimilikinya," katanya.
Ia meyakini masyarakat Indonesia masih menganut sistem feodal. Hal itu berbeda dengan masyarakat Amerika Serikat. "Di Amerika, sekalipun anak presiden, kalau dia tidak layak, tidak akan terpilih," katanya.
Kebanyakan masyarakat Indonesia, menurut dia, belum cerdas, sehingga banyak yang memilih hanya karena mengikuti arus. "Ditambah lagi, masyarakat Indonesia saat ini semakin pragmatis," katanya.
Aturan itu, kata dia, akan menyulitkan kandidat yang bukan inkumben untuk bisa menang dalam pilkada. "Bagaimana mungkin incumbent bisa dikalahkan bila yang sedang berkuasa ini bisa mengatur para pejabat bawahannya, bahkan sampai para kepala sekolah," katanya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi ihwal calon kepala daerah yang berstatus inkumben. Permohonan tersebut diajukan anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Adnan Purichta Ichsan. MK mencabut Pasal 7-r Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah karena menilainya melanggar konstitusi dan hak politik personal.
Pada pasal 7-r beleid itu diatur bahwa warga negara Indonesia yang dapat menjadi calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, serta calon wali kota dan wakil wali kota adalah yang memenuhi persyaratan tidak memiliki konflik kepentingan dengan inkumben, kecuali kepala daerah itu telah melewati jeda satu kali masa jabatan.
Sedangkan pada pasal 7 tertulis yang dimaksud dengan tidak memiliki konflik kepentingan adalah tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan, dan/atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas atau ke bawah atau ke samping dengan inkumben, yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu.
MITRA TARIGAN