TEMPO.CO, Yogyakarta - Sejumlah kelompok masyarakat yang dekat dengan Keraton Yogyakarta menilai sekelompok orang yang mengatasnamakan Paguyuban Trah Ki Ageng Giring-Ki Ageng Pemanahan merupakan kumpulan orang tidak jelas. Kelompok ini tiba-tiba mengukuhkan Gusti Bendoro Pangeran Haryo Prabukusumo sebagai Sri Sultan Hamengku Buwono XI pada Ahad, 12 Juli 2015.
“Mereka orang yang tak punya otoritas apa pun soal penobatan. kami tak pernah kenal orang-orang ini,” ujar aktivis Sekretariat Bersama Keistimewaan, Agung Nurharjanto, kepada Tempo, Senin, 13 Juli 2015.
Agung menegaskan, penobatan oleh segelintir orang tanpa otoritas jelas itu tidak bisa dibiarkan. "Bisa-bisa setiap waktu setiap kelompok masyarakat bisa melakukan penobatan raja versinya sendiri-sendiri," katanya. "Itu kan konyol." Tak hanya itu, Agung menilai penobatan itu bisa memicu suasana internal Keraton Yogyakarta menjadi kisruh lagi.
Prabukusumo sempat berselisih dengan Sultan HB X, kakak tirinya, setelah Ngarso Dalem mengeluarkan sabda raja. Sabda raja itu memuat sejumlah hal penting, di antaranya penggantian nama gelar Sultan, yang malah memicu konflik internal di Keraton. Sejumlah kerabat Keraton menilai Sultan HB X telah menyalahi paugeran alias tata cara adat Keraton yang sudah dianut turun-temurun sejak masa Sultan HB I.
PRIBADI WICAKSONO