TEMPO.CO, Denpasar - Pengacara Margriet Megawe, tersangka dalam pembunuhan Angeline, merasa kliennya telah menjadi korban opini publik yang dikembangkan polisi dan media massa. Padahal, saksi dan bukti yang ada belum cukup untuk penetapan status tersangka itu.
Hal itu terungkap dalam sidang pra-peradilan di PN Denpasar yang digelar Senin, 13 Juli 2013. Sidang dengan hakim tunggal Paten Sili mengagendakan pembacaan permohonan pihak Margriet dengan termohon jajaran kepolisian dari Kapolri hingga Kapolresta Denpasar. Tim pengacara Margriet terdiri atas Posko Simbolon, Dion Pongkor, Aldres J. Napitupulu, dan Jefry Tam.
Mengawali permohonan itu, mereka membacakan sejumlah berita di media massa yang dianggap menyudutkan kliennya. Antara lain ucapan Kapolda Bali Irjen Ronnie Sompie yang menyebut Agus telah menyampaikan keterangan yang menggembirakan. Hal itu adalah setelah dalam pemeriksaaan ia mengubah keterangan pertama dan menyebut Margriet yang melakukan pembunuhan.
Penyidik, sebut mereka, juga telah dengan sengaja membocorkan alat bukti sehingga mencuat seolah-olah menjadi fakta yang diyakini oleh masyarakat. Hal ini telah mengakibatkan adanya penghakiman terhadap kliennya, seolah-olah telah dinyatakan bersalah.
Melalui pengacaranya, Margriet sendiri yakin bahwa penyidik belum memiliki alat bukti yang kuat. Bahkan kesaksian Agus, menurut mereka, belum dapat disebut kesaksian karena disampaikan bukan pada saat diperiksa sebagai saksi untuk Margriet. “Kami juga meminta agar bukti-bukti yang berada di Inafis dan Labfor Polda Bali dapat dibuka dalam persidangan ini,” kata Dion Pongkor.
Baca Juga:
Atas permohonan itu, hakim memberikan waktu kepada pihak pengacara kepolisian untuk memberikan jawaban pada 27 Juli 2015 mendatang. “Kalau hari ini kami belum siap,” kata Made Parwata SH, pengacara dari kepolisian. Setelah itu, pada 28 Juli 2015, kedua pihak diminta menghadirkan saksi dan bukti di mana pihak Margreit akan mengajukan dua saksi ahli.
ROFIQI HASAN