TEMPO.CO, Jakarta - Staf Biro Hukum Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Yusuf Suparman mengatakan peluang menang lembaganya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta tetap ada kendati dalam putusan sela yang keluar pada 25 Mei 2015 majelis hakim mengabulkan gugatan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).
Kemenpora optimistis dalam sidang putusan akhir pada Selasa, 14 Juli 2015, majelis hakim menolak gugatan PSSI. "Dikabulkannya permohonan penundaan berlakunya surat keputusan pembekuan PSSI oleh majelis hakim dalam putusan sela tidak menggambarkan putusan akhir. Kami masih punya peluang yang sama dengan PSSI," tuturnya ketika dihubungi Tempo, Senin, 13 Juli 2015.
Menurut Yusuf, alasan majelis hakim mengabulkan gugatan PSSI lewat putusan sela adalah mencegah penjatuhan sanksi oleh federasi sepak bola dunia (FIFA) terhadap Indonesia. Namun FIFA tetap memberikan sanksi terhadap Indonesia.
Walaupun pengadilan telah mengabulkan gugatan PSSI, induk organisasi sepak bola Tanah Air tersebut pun tak kunjung melanjutkan kompetisi Liga Super Indonesia, yang terhenti pada April lalu. "Justru pemerintahlah yang berinisiatif terus melanjutkan industri sepak bola dengan menggelar turnamen Piala Kemerdekaan," katanya.
Walaupun optimistis, Yusuf tetap menyerahkan penentuan putusan kepada majelis hakim. Dia yakin majelis hakim bisa melihat cukup baik kelebihan dan kelemahan kedua pihak yang bersengketa dalam persidangan. "Putusan pengadilan harus selalu dianggap benar baik oleh pihak tergugat, Kemenpora, maupun pihak penggugat, PSSI," ucapnya.
Kisruh antara PSSI dan Kemenpora bermula dari tindakan PSSI menyetujui Arema Malang dan Persebaya Surabaya mengikuti Liga Super Indonesia pada 4 April lalu. Padahal kedua klub tersebut dinyatakan tak lolos verifikasi oleh Badan Olahraga Profesional Indonesia. Akibatnya, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi membekukan PSSI.
Pembekuan tersebut berujung sanksi yang diberikan FIFA kepada PSSI. Merasa dirugikan, PSSI menggugat Kemenpora ke pengadilan.
GANGSAR PARIKESIT