TEMPO.CO , Jakarta: Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi menyambut baik rencana pengurus Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) untuk duduk bersama dalam menyelesaikan kisruh sepakbola di Tanah Air. "Opsi itu, duduk bersama, bagus juga," katanya kepada Tempo, melalui pesan elektronik WhatsApp, Selasa, 14 Juli 2015.
Menurut Imam, opsi untuk menyelesaikan masalah kisruh sepakbola antara lembaganya dengan PSSI akan ditangani oleh Asisten Deputi Organisasi Olahraga Dody Iswandi. "Biar beliau yang atasi."
Direktur Hukum PSSI Imam Aristo Pangaribuan membuka jalan bagi Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) untuk duduk bersama menyelesaikan masalah sepakbola di Tanah Air. "Sudahlah kita duduk bersama, untuk mengakhiri perdebatan ini. Perdebatan ini tak produktif
untuk perkembangan sepakbola," ujarnya di PTUN Jakarta, Jakarta Timur.
Aristo menjelaskan bahwa tak sulit untuk membagi tugas dan wewenang dalam pengelolaan sepakbola. PSSI, kata dia, telah menyiapkan konsep cooperation agreement. Salah satu gagasan yang tertuang dalam cooperation agreement, adalah masalah pembinaan.
Kemenpora, Aristo menambahkan, bisa melakukan pembinaan sepakbola terhadap anak di seluruh Indonesia dengan membuka Sekolah Sepakbola (SSB). "Kemenpora kan memiliki kepala dinas pemuda dan olahraga (Kadispora) di akar rumput," ucapnya.
Namun, ketika anak-anak yang telah melewati fase pembinaan menjadi pemain sepak bola, pemerintah, ujar Aristo, harus menyerahkannya kepada PSSI. "Pemain sepakbola profesional tak boleh dicampur dengan politik," ujarnya.
Sebelumnya, PTUN Jakarta mengabulkan seluruh gugatan PSSI terhadap Kemenpora.
Menurut majelis hakim Ujang Abdullah Surat Keputusan (SK) Menpora Imam Nahrawi yang membekukan kegiatan PSSI tidak sah.
"Dengan putusan ini, pengadilan memerintahkan Menpora untuk mencabut Surat Keputusan pemberian sanksi terhadap PSSI," kata Ujang saat membacakan putusan akhir.
Ujang menjelaskan, pengadilan menolak eksepsi, pembelaan, yang diajukan oleh pihak tergugat, Kemenpora. Menurut dia, dalam penerbitan SK tersebut, Menpora terbukti melanggar asas profesionalitas, proporsionalitas, dan mencampuradukkan wewenang.
"Dalam SK yang dikeluarkan oleh Menpora pun tidak menyebutkan pasal mana yang dilanggar oleh pihak penggugat. Selain itu, tenggat waktu antara peringatan yang diberikan dan sanksi pun terlalu dekat," tutur Ujang.
Selain membatalkan SK Menpora, majelis hakim pun mengatakan putusan sela yang terbit pada 25 Mei lalu berkuatan hukum tetap hingga ada putusan pengadilan yang mencabutnya. Tak hanya itu, berdasarkan putusan akhir tersebut, majelis hakim juga menghukum Menpora untuk memayar biaya perkara sebesar Rp 277 ribu.
GANGSAR PARIKESIT