TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Gereja Injili di Inonesia (GIDI), Pendeta Dorman Wandikmbo meminta maaf kepada seluruh umat Islam di Indonesia terutama umat Islam di Tolikara, Papua yang tersakiti oleh peristiwa kericuhan Idul Fitri pada Jumat lalu. Menurut dia, ada kesalahpahaman dalam mencerna konflik ini.
"Kami menyampaikan permohonan maaf kepada warga muslim di Indonesia, secara khusus di Kabupaten Tolikara atas pembakaran kios-kios yang menyebabkan musala (rumah ibadah warga muslim) ikut terbakar," kata Dorman saat dihubungi Tempo, Sabtu 18 Juli 2015.
Ia mengatakan terbakarnya musala bukan peristiwa yang disengaja. "Aksi ini merupakan spontanitas masyarakat Tolikara karena ulah aparat keamanan di Tolikara yang melakukan penembakan secara brutal," kata dia.
Awalnya, kata Dorman, pemuda setempat yang geram dengan penembakan itu membakar kios untuk menunjukkan perlawanan, tetapi api dengan sangat cepat merembet ke musala yang dipakai oleh umat Islam di sana untuk beribadah.
Ia juga mengatakan bubarnya salat Ied bukan atas paksaan pemuda gereja. Sebab, saat beberapa pemuda tengah di jalan hendak meminta jemaah Islam berdoa di dalam musala, penembakan terjadi. "Belum sempat diskusi atau negosiasi dilangsungkan, aparat TNI/Polri sudah mengeluarkan tembakan sehingga 11 orang tertembak dan satu anak kami meninggal dunia.," kata dia.
Ia mengatakan jemaat GIDI Tolikara sudah memberikan kebebasan beragama bagi umat Islam yang menjadi minoritas. "Kalau ada peringatan besar keagaaman umat Islam, kami selalu sumbang sapi untuk mereka," kata dia.
Ia mengklaim budaya ini berjalan sangat lama sehingga pemeluk agama Islam di tempat itu tahu bersikap dan tak pernah ada konflik antar agama.
Menurut Dorman, kehadiran gereja GIDI tak pernah bergesekan dengan umat beragama lain. "Saya sebagai pimpinan tertinggi gereja GIDI di seluruh Indonesia, telah menasehati umat saya agar tidak melarang umat apapun, termasuk saudara Muslim untuk melangsungkan ibadah, namun ibadah harus dilangsungkan di dalam koridor hukum wilayah tersebut," kata dia.
Selama berpuluh-puluh tahun, Dorman mengklaim, umat Islam di Tolikara paham bahwa beribadah harus ada di dalam musala dan tak menggunakan pengeras suara.
Kepala Kepolisian Daerah Papua, Inspektur Jenderal Yotje Mende mengatakan masih menyelidiki peran 11 orang yang terkena luka tembak saat kejadian pelemparan warga yang sedang melakukan salat Iedul Fiti dan juga pembakaran sejumlah bangunan kios yang menyebabkan terbakarnya musala dan sejumlah kios di Karubaga, Kabupaten Tolikara Jumat lalu.
"Dari hasil identifikasi nantinya, kami juga akan menjejaki sejauh mana tembakan ini sesuai dengan prosedur atau tidak. Kami akan tetap proses anggota polisi yang melakukan penembakan tanpa prosedur tetap,” kata Yotje. Ia menyatakan akan tetap melakukan penegakan hukum kepada masyarakat yang telah memprovokasi tindakan anarkis dengan melakukan pembakaran dan pelemparan batu kepada warga muslim yang tengah beribadah.
DINI PRAMITA | CUNDING LEVI