TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Forum Silaturahmi Ta'mir Masjid dan Mushala (Fahmi Tamami) Rhoma Irama meminta pemerintah mengusut tuntas penyebab kericuhan di Kabupaten Tolikara, Papua.
Rhoma Irama meminta pemerintah lebih cermat dalam menyikapi kasus-kasus yang berhubungan dengan hubungan antar-umat agama. "Saya tak mengatakan pemerintah gagal, tapi kecelakaan ini bisa muncul di mana-mana," ujar Rhoma di Masjid Khusnul Khotimah, Senin, 20 Juli 2015.
Tak hanya mengusut tuntas, kata Rhoma, pemerintah juga harus mengembalikan kerukunan atar-umat agama di Tolikara dan mengganti seluruh kerusakan di sana. "Kasus ini menjadi pelajaran bagi kita semua, termasuk BIN (Badan Intelijen Negara) agar lebih intens mendeteksi dini potensi kerusuhan," kata Rhoma.
Rhoma meyakini peristiwa ini terjadi karena kecelakaan. Rhoma menolak berspekulasi kejadian ini dirancang oleh pihak-pihak tertentu. "Saya tak mau berprasangka buruk. Menurut saya, ini by accident, bukan by design," ujarnya.
Bentrokan di Tolikara diduga dipicu surat edaran yang dikeluarkan Ketua GIDI Tolikara Pendeta Nayus Wenea dan Sekretaris GIDI Pendeta Marthe Jingga kepada umat muslim di Tolikara. Surat itu melarang perayaan Idul Fitri di Karubaga, Tolikara, meminta perempuan muslim tak berjilbab, dan melarang pemeluk agama lain mendirikan tempat ibadah di Tolikara.
Surat tersebut ditembuskan ke Kepolisian Resor dan Pemerintah Kabupaten Tolikara beberapa hari sebelum hari raya Idul Fitri. Namun, pada Jumat, 17 Juli 2015, masyarakat muslim Tolikara tetap menggelar salat Idul Fitri dan mengumandangkan takbir dengan pengeras suara di lapangan Markas Koramil 1702/ Karubaga. Lapangan tersebut berdekatan dengan penyelenggaraan acara kerohanian jemaat GIDI.
Musala Baitul Mutaqin, yang terletak di kompleks markas Koramil, terbakar bersama beberapa kios dan rumah di sekitarnya.
TIKA PRIMANDARI