TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Travel Agent Indonesia (Asita) mencatat potensi kehilangan pasokan devisa karena kebijakan penutupan sementara beberapa bandara yang disebabkan oleh aktivitas vulkanis Gunung Raung mencapai US$ 108 juta atau sekitar Rp 1,4 triliun.
Potensi kerugian ini dihitung sejak Bandara Ngurah Rai Bali ditutup pada 10 Juli lalu hingga kemarin, Minggu, 19 Juli 2015. "Jika penutupan ini berlangsung lama, bukan tidak mungkin kami akan merevisi target kunjungan wisatawan mancanegara," ujar Ketua Asita Asnawi Bahar, Senin, 20 Juli 2015.
Selain diberlakukan pada Bandara Ngurah Rai dan Juanda, kebijakan penutupan sementara dikenakan pada Bandara Gamalarmo di Halmahera Utara, Bandara Abdulrahman Saleh di Malang, dan Bandara Blimbingsari di Banyuwangi. Penutupan ini dilakukan lantaran sebaran abu vulkanis Gunung Raung dan Gunung Gamalama membahayakan penerbangan.
Devisa yang hilang dihitung dari angka pembatalan wisatawan mancanegara ke empat bandara selama 10-18 Juli 2015 yang mencapai 10 ribu orang per hari. Menurut Asnawi, jika wisatawan mancenegara berkunjung, pengeluaran rata-rata per orang sehari US$ 1.200.
Angka itu belum termasuk hitungan kehilangan devisa akibat pemulangan turis di luar jadwal wisata. Sebagian besar turis itu berasal dari Cina, Jepang, dan Australia. "Apalagi ini adalah peak season," kata Asnawi. Untungnya, bandara-bandara tersebut kini telah dibuka. Lalu lintas wisatawan asing ke Indonesia sudah kembali normal.
Asita menilai perjalanan wisata belum mempunyai prosedur force majeure. Jika prosedur ini ada, meski ada bencana alam, turis tetap punya peluang berpelesir ke Tanah Air.
Menurut Asnawi, dalam melakukan penanganan bencana bersama, Asita bakal berkoordinasi dengan pengelola hotel, restoran, pemerintah daerah, dan kementerian terkait. Tujuannya, kata Asnawi, yakni menyelamatkan bisnis dan mengamankan pasokan devisa ke Indonesia.
ROBBY IRFANY