TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Badrodin Haiti mengatakan pemeriksaan calon tersangka pemicu kerusuhan di Tolikara, Papua, telah mengerucut. "Mudah-mudahan hari ini sudah bisa ditetapkan tersangkanya," kata Badrodin di Markas Besar Polri, Rabu, 22 Juli 2015.
Seusai penetapan tersangka, menurut Badrodin, Kepolisian akan langsung menindak tersangka pemicu kerusuhan saat salat Idul Fitri di Distrik Karubaga, Kolitara, Papua, Jumat 17 Juli 2015. Polisi telah memeriksa 31 saksi untuk dimintai keterangan dalam peristiwa yang menewaskan satu orang dan melukai 10 orang lainnya.
Baca Juga:
Badrodin mengatakan hari ini, Rabu, 22 Juli 2015, polisi akan memanggil lima saksi sebelum akhirnya menetapkan tersangka. "Saksi-saksi yang dipanggil berasal dari kepolisian, masyarakat, jemaah, dan panitia," ujar Jenderal Badrodin.
Kerusuhan terjadi pada Jumat pagi, 17 Juli 2015, ketika puluhan orang yang diduga anggota jemaat Gereja Injili di Indonesia (GIDI) memprotes penyelenggaran jemaah salat Id di sekitar lapangan Markas Komando Rayon Militer 1702-11/Karubaga, Kabupaten Kolitara, Papua.
Para pemrotes berdalih bahwa kepengurusan GIDI Tolikara telah mengeluarkan surat pemberitahuan agar ibadah Lebaran itu tidak dilaksanakan di daerah tersebut karena berbarengan dengan acara seminar dan kebaktian kebangunan rohani (KKR) pemuda GIDI, yang bersifat internasional.
Protes berubah menjadi penyerangan ketika permintaan pembubaran salat Id tidak direspons aparat keamanan yang menjaga lokasi. Polisi sempat mengeluarkan tembakan peringatan. Namun massa mengamuk hingga menyebabkan puluhan kios dan satu musala di sekitar lapangan habis terbakar.
Berita Menarik:
Profesi Ini Hasilkan Rp 2,8 Juta per Menit
Anak yang Diculik Hafal PGC, tapi 'Serigala' Lebih Lihai
Tunggu, Jangan Menikah Dulu Sebelum Lihat Survei Ini
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menduga penyerangan itu berawal dari surat edaran dua anggota kepengurusanpada 11 Juli lalu. Selain memberitahukan penyelenggaraan seminar dan KKR pemuda GIDI pada 13-19 Juli 2015, surat itu berisi larangan perayaan Lebaran dan penggunaan jilbab di Tolikara.
Menurut Badrodin, Kepala Polres dan Bupati Tolikara telah bertemu dan berkomunikasi dengan panitia seminar pada 15 Juli 2015. Dalam pertemuan itu tercapai kesepakatan untuk mencabut surat tersebut. "Makanya Kapolres dengan yakin mengatakan kepada jemaah, 'Silakan salat, dan polisi yang akan menjaga'," ucapnya. "Kurang apa lagi?"
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA