TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia Mayor Jenderal Fuad Basya meminta peristiwa penembakan yang menyebabkan satu remaja tewas dalam bentrokan di Tolikara, Papua, tidak dilihat dari satu sisi saja. Dia menolak jika TNI disalahkan dalam penembakan itu. "Kok, larinya ke TNI? Ini menghilangkan permasalahan pokok," kata Fuad saat dijumpai di Markas Besar Kepolisian RI, Rabu, 22 Juli 2015.
Hingga saat ini pelaku penembakan belum diketahui apakah berasal dari pasukan TNI atau polisi, yang pada saat itu sama-sama berada di lokasi bentrokan. Fuad menyerahkan sepenuhnya urusan penyelidikan penembakan itu kepada polisi.
Fuad meminta polisi tak hanya mengungkap siapa yang kena tembak dan pelakunya, tapi juga alasan di balik penembakan. Dia meyakini ada alasan kuat yang mendesak bila aparat TNI memutuskan mengangkat senjata. "Situasinya saat itu ratusan manusia menyerang. Makanya, aparat angkat senjata," ujarnya.
Dia juga menyatakan bahwa, sesuai dengan aturan, TNI tidak akan menembak ke arah manusia secara langsung. "Kalau ternyata ada manusia yang kena, kita perlu lihat siapa yang menembak," ujar Fuad. "Bisa juga yang menembak bukan polisi atau TNI, tapi volunteer yang dikorbankan."
Bentrokan terjadi pada Jumat pagi, 17 Juli 2015, ketika puluhan orang yang diduga anggota jemaat Gereja Injili di Indonesia (GIDI) memprotes penyelenggaraan salat Id di lapangan Markas Komando Rayon Militer 1702-11/Karubaga. Mereka berdalih telah memberitahu agar ibadah Lebaran tak dilaksanakan di daerah tersebut karena berbarengan dengan acara seminar dan kebaktian kebangunan rohani (KKR) pemuda GIDI.
Aparat yang mengamankan lokasi salat Id mengeluarkan tembakan peringatan. Namun massa mengamuk hingga menyebabkan puluhan kios dan satu musala di sekitar lapangan habis terbakar. Tembakan menyebabkan seorang korban tewas dan belasan lainnya luka-luka.
Insiden diduga berawal dari surat edaran yang diteken pada 11 Juli lalu. Selain memberitahukan ihwal penyelenggaraan seminar dan KKR pemuda GIDI pada 13-19 Juli 2015, surat itu berisi larangan perayaan Lebaran dan pemakaian jilbab di Tolikara.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA