TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian tetap menargetkan industri non-migas tumbuh 6,3-6,8 persen hingga akhir tahun. Target ini tetap menjadi acuan meskipun ekonomi nasional tengah mengalami perlambatan. "Kami tetap optimistis bisa mencapai target tersebut," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Syarif Hidayat, Selasa, 21 Juli 2015.
Pertumbuhan industri non-migas pada triwulan pertama 2015 mencapai 5,21 persen. Angka ini lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi triwulan pertama 2015 yaitu sebesar 4,71 persen. Pertumbuhan industri di atas pertumbuhan ekonomi itu menunjukan industri non-migas menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Tumpuan pertumbuhan industri berada pada sektor produksi, tidak lagi pada sektor sumber daya alam.
Syarif mengatakan sektor-sektor industri yang diprediksi masih terus tumbuh diantaranya adalah industri agro dan kimia hilir. Industri otomotif juga diprediksi masih akan tumbuh meskipun tidak terlalu besar. Pertumbuhan industri agro pada 2015 ditargetkan 7,5 persen; dengan kontribusi terhadap PDB industri pengolahan non-migas sebesar 46 persen.
Hingga saat ini Indonesia merupakan produsen produk pertanian utama dengan komoditas unggulan seperti kelapa sawit, kakao, karet, dan rotan. Produksi minyak sawit (CPO dan CPKO) Indonesia pada 2014 mencapai 31 juta ton, kakao sekitar 450 ribu ton, dan karet sekitar 3,23 juta ton. Indonesia juga menjadi produsen rotan yang sangat potensial, lebih dari 85 persen populasi rotan dunia berasal dari Indonesia dengan produksi sebesar 143 ribu ton.
Di industri petrokimia, Indonesia punya peluang sebagai pusat pengembangan industri petrokimia baik di ASEAN maupun Asia. Berdasarkan data Januari 2014, Indonesia memiliki cadangan total minyak bumi 7,549 miliar barel dengan rincian 3,692 miliar barel (proven) dan 3,857 miliar barel (potensial); cadangan total gas bumi 152,89 trillion cubic feet dengan rincian 104,71 trillion cubic feet (proven) dan 48,18 trillion cubic feet (potensial); serta cadangan batubara 21 milyar ton. Sumber daya tersebut diharapkan bisa dimanfaatkan secara optimal di dalam negeri untuk mendukung pembangunan industri, khususnya industri petrokimia.
Menurut Syarif, hilirisasi dan pendalaman struktur industri menjadi strategi untuk mencapai target pertumbuan industri non-migas. Strategi itu juga untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi sekaligus mengurangi defisit neraca perdagangan. Selain itu, Kementerian juga terus berupaya menciptakan iklim kondusif bagi dunia usaha. "Saya ingin membuat kondisi dunia usaha dan kondusif agar industri bisa maju," kata Menteri Perindustrian Saleh Husin pada Jumat pekan lalu. Dia meyakini kondisi ekonomi di triwulan III akan membaik sehingga target pertumbuhan industri non-migas dapat tercapai.
Untuk terus menumbuhkembangkan industri, Saleh menyatakan tak akan membuat peraturan yang aneh-aneh. Dalam pembuatan kebijakan baru, dia berencana rajin berdiskusi dengan pelaku usaha seperti Kamar Dagang dan Industri untuk memberi masukan. "Sehingga aturan kondusif dan tidak dibuat pusing. Aturan-aturan kami membuat mereka merasa at home," kata Saleh.
Kementerian juga terus berupaya berkoordinasi dengan stakeholder lainnya untuk untuk mendukung industri. Ini terkait dengan keluhan yang sering terdengar dari pelaku usaha soal mahalnya harga listrik dan gas maupun buruknya infrastruktur. Kondisi tersebut membuat harga produk dalam negeri kurang kompetitif dibanding negara lain. "Keluhan-keluhan selalu kami upayakan titik temunya dengan berkoordinasi, misalnya dengan PLN dan Kementerian ESDM," kata Syarif.
AMIRULLAH | URSULA FLORENE SONIA