TEMPO.CO, Jakarta - Para tokoh agama, baik dari Islam dan Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) melakukan perdamaian di halaman kantor Koramil 1702/WMS Karubaga, Kota Karubaga, Kabupaten Tolikara pada Rabu, 22 Juli 2015.
Menurut Bupati Tolikara, Usman G. Wanimbo, perdamaian ini ditandai dengan saling bersalaman khas suku asli yang ada di wilayah pegunungan tengah Papua.
Salaman ini dengan cara jari tengah dari salah satu orang dikepit jari tengah dan jari telunjuk teman yang menyalaminya. Lalu, keduanya saling tarik, sehingga mengeluarkan bunyi. Setelah bersalaman seperti itu, dilanjutkan dengan saling berpelukan.
Upacara perdamaian diawali dengan permintaan maaf atas insiden Tolikara yang terjadi dari Ketua Badan Gereja GIDI Tolikara, Nayus Wenda, dan Sekretaris GIDI Tolikara, Marthen Jingga.
Kemudian, disambut dengan salah satu tokoh muslim, Ali Mukhtar, yang meminta agar umat muslim lainnya di daerah Papua atau daerah Indonesia manapun jangan membuat statmen yang meresahkan warga lainnya.
Baca Juga:
"Saat ini situasi sudah kondusif dan aktivitas perekonomian sudah berjalan. Peristiwa itu hanya terjadi dua jam, setelah itu selesai tidak ada kelanjutan," kata Bupati Tolikara, Usman G. Wanimbo, kepada wartawan saat ditemui dalam kunjungannya ke RSUD Dok 2, menengok para korban yang tertembak kerusuhan di Tolikara, Rabu malam, 22 Juli 2015.
Menurut Usman, pihaknya telah melakukan rekonsiliasi dan pemulihan sekitar pukul 12.00 WIT hari itu juga. "Dari upacara perdamaian tadi itu, kedua belah pihak sepakat secara bersama-sama untuk saling meminta maaf dan sepakat dalam kebersamaan untuk melakukan proses pembangunan di wilayah itu dan mengamankan Tolikara secara bersama-sama," katanya.
Usman menambahkan, saat ini para pengungsi mendiami bekas kantor bupati yang akan didirikan rumah dan kios di lokasi itu.
Sebelum upacara perdamaian, diawali dengan kerja bakti bersama membersihkan puing-puing sisa kebakaran.
CUNDING LEVI