TEMPO.CO, Denpasar - Puluhan aktivis dari Jaringan Peduli Kasus Kekerasan Terhadap Anak, Kamis, 23 Juli 2015, mendatangi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali. Mereka mempertanyakan kebenaran informasi bahwa Margriet tidak dijerat sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan anak angkatnya, Angeline.
“Bertepatan dengan momen Hari Anak Nasional ini, kami ingin mendapat informasi yang benar untuk memastikan adanya keadilan bagi Angeline,” kata Luh Anggreni, koordinator jaringan dalam pertemuan dengan Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati bali, Olopan Nainggolan. (Baca: Kasus Angeline, Bau Kuburan, Curiga Arist dan Sikap Margriet)
Luh khawatir kasus Angeline diarahkan hanya terkait dengan kasus penelantaran anak. Jika itu terjadi, maka kebenaran yang sesungguhnya tidak akan terungkap.
Kalangan aktivis mendorong kepada Kejaksaan untuk tidak hanya sekedar menerima berkas dari penyidik. Kejaksaan disarankan berkoordinasi agar penyidikan menjadi lebih terarah. Jaksa juga diminta bersedia untuk membuka diri terhadap setiap masukan terkait kasus ini. (Baca: Kasus Angeline, Arist Yakin Praperadilan Margriet Ditolak)
Valerian Libert Wangge dari Himpunan Adokat Muda Indonesia (HAMI) menyebut dalam penetapan tersangka Margreit tentunya polisi tidak bermain-main. Apalagi ada pernyataan Kapolda bahwa penyidikan sudah berbasis Scientific Crime Investigation. Karena itu, menurut Valerian, Jaksa harus menyakini adanya kemungkinan yang kuat akan pelanggaran Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pembunuhan berencana. (Baca: Bagaimana Skenario Awal Pembunuhan Angeline? Ini Cerita Arist Merdeka)
Baca Juga:
Menanggapi masukan itu, Olopan mengungkapkan bawah sampai saat ini berkas perkara yang diajukan kepada jaksa dari penyidik Polda Bali dengan tersangka Margriet hanya kasus penelantaran terkait Pasal 80 UU Perlindungan Anak. Adapun kasus pemunuhan dengan tersangka Agus berkasnya diterima oleh Kejaksaan Negeri Denpasar.
“Terkait kasus penelantaran, kami mengembalikan lagi ke Polda Bali atau disebut P19 karena ada beberapa hal yang harus dilengkapi,” ujarnya.
Olopan juga telah menunjuk Tim Jaksa untuk kasus ini.
Menanggapi pertanyaan tentang posisi Margreit, Koordinator Tim Jaksa Kasus Angeline , Subekhan, menyatakan secara normatif untuk menyatakan seseorang menjadi tersangka dalam satu kasus diperlukan konstruksi yang kuat mulai dari motif hingga perbuatannya. “Soal motif ini yang harus digali karena tidak ada orang yang membunuh tanpa motif kecuali orang gila,” ujarnya.
Subekhan juga berusaha menghindari terjadinya Nebis in Idem atau asas hukum yang melarang terdakwa diadili lebih dari satu kali atas satu perbuatan. “Karena itu kami harus berhati-hati menangani perkara ini,” ujarnya.
ROFIQI HASAN