TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Umum Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Pendeta Gomar Gultom meminta peraturan daerah (perda) bersifat diskriminatif yang dikabarkan terbit di Tolikara segera dicabut. Perda itu harusnya berlaku bagi semua orang bukan hanya pada kelompok tertentu.
"Kami meminta Kementerian Dalam Negeri mencabut semua perda yang berbau agama," kata Gomar seusai pertemuan di rumah dinas Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso, Kamis, 23 Juli 2015.
Sebelumnya, beredar kabar insiden Tolikara dipicu oleh surat edaran yang dibuat oleh kelompok Gereja Injili di Indonesia (GIDI) yang melarang salat Idul Fitri dan pengenaan jilbab bagi muslimah. Dalam surat edaran itu juga disebut bahwa tak ada agama lain yang diperbolehkan beribadah di Tolikara.
Bupati Tolikara Usman Wanimbo sebelumnya membenarkan keberadaan peraturan daerah yang menyatakan hanya kelompok GIDI yang boleh membangun tempat ibadah di wilayah Kabupaten Tolikara, Papua. Perda tersebut sudah disahkan DPRD Tolikara sejak 2013.
Gomar menyatakan dirinya belum pernah melihat langsung peraturan daerah kontroversial itu. Dia hanya mengetahui kabar adanya perda yang melarang keberadaan agama lain di Tolikara dari pemberitaan media.
Baca Juga:
Walau begitu, Gomar menyatakan semua perda haruslah berlaku baik untuk kelompok Islam maupun Kristen. "Bila ada perda yang mendiskriminasi orang yang memegang kepercayaan berbeda, itu sudah tak benar."
Tak hanya perda diskriminatif di Tolikara, Gomar meminta perda-perda serupa di seluruh Indonesia yang berdasarkan agama dicabut. Agama, kata dia, sifatnya sukarela. Sementara itu, hukum bersifat imparsial yang berarti berlaku bagi semua.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA