TEMPO.CO, Surakarta - Pemerintah Surakarta mengaku kekurangan tenaga ahli di bidang trasportasi darat. Padahal, keberadaan tenaga ahli itu sangat dibutuhkan, untuk mengatasi permasalahan lalulintas yang semakin padat.
Wali Kota Surakarta, FX Hadi Rudyatmo, mengatakan jumlah pegawai di Dinas Perhubungan yang memiliki keahlian di bidang transportasi sangat minim. "Baru sekitar sebelas personel," katanya usai menandatangani nota kesepahaman dengan Sekolah Tinggi Transportasi Darat (STTD) di rumah dinasnya, Kamis, 23 Juli 2015.
Sebagai kota yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tinggi, menurut Hadi, Surakarta membutuhkan sekitar 30 tenaga ahli bidang transportasi. Apalagi, Solo termasuk pusat perdagangan dan pariwisata."Kami sudah berupaya keras memperbaiki sistem transportasi umum, salah satunya dengan beroperasinya Batik Solo Trans," kata Hadi.
Meski demikian, pemerintah tetap membutuhkan tenaga ahli yang mampu mengerjakan sistem rekayasa lalulintas. "Kami berharap dengan kerjasama ini kebutuhan itu dapat terpenuhi," ujar dia.
Dalam kerjasama itu, Pemerintah Kota Surakarta bisa mengajukan beberapa warganya untuk dididik menjadi tenaga ahli melalui sistem pendidikan ikatan dinas. "Setelah lulus harus kembali ke daerah asal," katanya. Sistem itu akan ditawarkan kepada para lulusan Sekolah Menengah Kejuruan.
Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kota Surakarta, Yosca Herman Soedrajad, menyebutkan, kekurangan tenaga ahli itu merupakan persoalan serius. "Kami terpaksa menempatkan pegawai negeri biasa di beberapa jabatan struktural yang harusnya dipegang oleh orang yang memiliki kualifikasi khusus," katanya.
Transportasi darat, menurutnya, merupakan persoalan besar yang harus ditangani serius. Apalagi jumlah kendaraan selalu meningkat sekitar 10 persen tiap tahun. Dia khawatir lalu lintas di Surakarta bisa mengarah kemacetan jika tidak ditangani segera.
Ketua Sekolah Tinggi Transportasi Darat, Zulmafendi, mengatakan persoalan itu juga banyak dirasakan daerah lain. "Hingga saat ini kami baru bisa meluluskan 3.000 orang," kata Zulmafendi.
Sedangkan sebagian besar lulusannya memilih bekerja di ibu kota. Akibatnya, kata dia, daerah kesulitan mendapatkan tenaga ahli di bidang transportasi. Sistem ikatan dinas dari daerah ini menjadi salah satu solusi.
Menurut Zulmafendi, pihaknya juga telah menjalin nota kesepahaman dengan Kementerian Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, agar peserta ikatan dinas bisa menjadi pegawai negeri di daerah asalnya. "Sedangkan untuk beaya pendidikan ditanggung bersama STTD dan pemerintah daerah," katanya.
Beaya pendidikan di sekolah di bawah Kementerian Perhubungan itu rata-rata sekitar Rp 60 juta per tahun setiap mahasiswa. "Pemerintah daerah cukup membayar Rp 15 juta," katanya. Selebihnya, ditanggung sekolah tinggi tersebut.
AHMAD RAFIQ