TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi mengatakan rata-rata setiap tahun terjadi sekitar 3.000 hingga 3.500 pelaporan terkait dengan kasus kekerasan terhadap anak. Namun, angka itu dianggap dia masih terlalu sedikit.
"Masih banyak yang enggan melaporkan kasus kekerasan anak. Ini sebenarnya berbahaya," ujar pria yang akrab disapa Kak Seto ini, via telpon, Kamis, 23 Juli 2015.
Keengganan masyarakat melaporkan biasanya karena rasa malu dan khawatir terhadap adanya gangguan perkembangan anak. Apalagi, kata dia, pemberitaan seputar kekerasan anak akhir-akhir ini begitu marak.
Selain itu, banyak juga keluarga yang merasa suatu kejadian yang menimpa dalam keluarga tidak begitu berpengaruh terhadap anak. Padahal, itu sangat mengganggu kondisi mental ataupun fisik anak, sehingga masuk kategori kekerasan. Contohnya pada kasus perceraian keluarga.
Rendahnya angka pelaporan juga terjadi karena Komnas PA tidak mempunyai cabang langsung yang menangani masalah anak di daerah-daerah, khususnya daerah terpencil. Oleh karena itu, dia berharap adanya kelompok kecil khusus yang fokus pada masalah anak mulai di lingkungan RT/RW.
Sebab, jika kekerasan anak dibiarkan begitu saja oleh keluarga ataupun internal, maka tidak ada ruang bagi perbaikan kondisi anak pascakekerasan. Akhirnya, masalah yang sebenarnya bisa berpotensi merusak masa depan anak, justru menguap dan tidak diperbaiki. Fenomena inilah yang disebut Seto sebagai gunung es.
Seto mencontohkan penanganan kasus anak di Inggris, yang mencapai 300 ribu kasus dalam setahun pada populasi mencapai 68 juta. Tingginya angka ini, kata Seto, mencontohkan tingginya kesadaran keluarga dan lingkungan tentang kekerasan anak.
"Jika angkanya sedikit. Justru itu lebih berbahaya karena masyarakat tidak punya kesadaran," Seto berujar.
ROBBY IRFANY